Siapa Sebenarnya Kamu Syeh Jangkung ??? Ya, dia adalah Saridin, siapa yang mengarang kisah legendanya??? Nggak ada yang tahu, itu sudah dari jaman dulu ceritera tutur tinular ya seperti itu..dari mbah mbah buyut hingga orang tua -tua di Pati menceriterakannya ya seperti itu, klise seperti menceriterakan Si Kancil mencuri Timun gak berubah.
Siapa Sebenarnya Kamu Syeh Jangkung ???
ceritera rakyat yang digemari masyarakat Pati muncul diabad 16 yang melegenda hingga sekarang, masih terdengar kisah-kisahnya disiarkan melalui radio, pertunjukan ketoprak bahkan rekaman diatas pita kaset, vcd mp3 dijual dengan harga yang relatif cukup murah ada ditoko kaset maupun di lapak-lapak trotoar.
Siapa Sebenarnya Kamu Syeh Jangkung ??? periodisasi Kisah Saridin, bahwa Saridin hidup diantara tiga atau empat generasi. ini adalah hal yang mustahil, apakah mungkin Saridin hidup bersamaan dengan Sunan Kudus Jafar Sidik, kemudian muncul dijaman Pati atau penguasa Mataram Sultan Agung. Namun ada beberapa orang yang beranggapan bahwa Sunan kudus tersebut? bukan Sunan Kudus Jafar Sidik, namun Sunan Kudus yang menjabat setelah Jafar Sidik, pejabat baru tersebut mengambil gelar sama yaitu Sunan Kudus. sebagai Sunan Kudus yang ke berapa.? Atau bisa saja sebaliknya bahwa Saridin yang ada didalam kisah-kisahnya pada jamannya Adipati Pragola I (R, Wasis Joyokusumo) ketika Portugis merambah ke Pati, ketika Mataram diperintah Panembahan Senopati. Dan Saridin hidup hingga Mataram di perintah oleh Sultan Agung, bisa jadi mereka adalah A saridin, B saridin dan C Saridin dari anak cucu Saridin yang pertama?? Dengan lain perkataan, pemakaian nama Saridin itu merupakan tradisi kuno, yang patut diperhatikan, tetapi tradisi itu tidak mengikat. contohnya, sebutan para Patih Mangkubhumi kerajaan Majapahit dengan sebutan Patih Gajah Mada meskipun tokoh Gajah Mada sendiri sudah meninggal saat Hayam Wuruk bertahta, penggantinya seperti maha patih Gajah Enggon, kemudian Gajah Manghuri, kemudian Gajah Lembana kesemuanya itu bagi masyarakat mereka tetap saja dikenal dengan nama Patih Gajah Mada. Dan hampir semua ceritera tutur tinular atau legenda-legenda terkait dengan Majapahit tentu tidak ketinggalan nama Patih Gajah Mada selalu ada meskipun rajanya sudah berganti-ganti.
Siapa Sebenarnya Kamu Syeh Jangkung ??? kita dapat berkata bahwa kapasitasnya sebagai seorang mubaliq tentunya dia adalah panutan, berita-berita yang tersebar mengenai dirinya awalnya tentu tidak terdapat kesalahan-kesalahan, tetapi kekhilafan itu barulah kemudian terjadi didalam turunan berita mengenai dirinya, manusiawi karena dengan perantaraan manusia, oleh karena itu tentu tidak mustahil pengumpulan kisah-kisahnya oleh orang-orang yang hidup lebih kemudian ada yang mencatut bahkan mempolitisir nama Saridin demi keuntungan pribadi maupun golongannya, karena tokoh yang satu ini adalah tokoh yang masyur dan dicintai rakyat.
Siapa Sebenarnya Kamu Syeh Jangkung ??? berdiri ditengah konflik antara Demak dan Pengging juga konflik Pati dan Mataram. Saridin lebih memilih berpihak kepada orang-orang kecil yang tertindas, dia tidak terikat oleh main stream dunia, artinya dia tetap mengambil sikap oposisi dalam situasi politik apapun. Saridin muncul ketika otoritarian dan para ulama mempermainkan orang kecil, Saridin jadi panutan rakyat, dia memberi semangat dan inspirasi, dia adalah seorang yang tahu keadaan orang lain dalam berbagai hal, dia mengerti karo wong cilik.
Siapa Sebenarnya Kamu Syeh Jangkung ??? adalah seseorang yang sedang prihatin dan gundah melihat dan merasakan kondisi rakyat yang terombang ambing dimasa itu, obsesinya tentang negeri yang “Tata Tentrem Kertaraharja” belum terlihat tanda-tanda perwujudannya. Maka dari itu masyarakat memberinya gelar Syeh Jangkung (Jangkung bahasa Siam yang artinya gundah atau prihatin). Tetapi bagi orang Jawa mengartikan Jangkung adalah orang yang keinginannya senantiasa jinangkung atau dipenuhi Allah Yang Maha Kuasa.
Siapa Sebenarnya Kamu Syeh Jangkung ??? yang jelas bukan dirinya sendiri yang menulis kisah otobiografinya. Yang jelas ada pengarang yang “Anoname” yang sengaja menyembunyikan identitasnya demi keselamatan dirinya, mereka takut karena suasana abu-abu, tidak jelas siapa lawan dan siapa kawan pada situasi kondisi konflik antara Pati melawan Mataram pada saat itu. karangan ceritera itu disebar dalam bahasa “Sanepo” yang hanya bisa dimengerti bagi yang mengerti. Dan bagi awam cukup menikmati kisah Saridin seperti halnya mereka senang akan ceritera tokoh wayang yang jadi idolanya. Enak ditonton maupun didengar, yang baginya hanya cukup sebagai hiburan belaka.
Siapa Sebenarnya Kamu Syeh Jangkung ??? dimakamkan di desa Kayen (masih termasuk kota Kayen). Sampai kini masih banyak orang-orang yang datang berkerumun. Bukan saja orang di daerah Kayen melainkan dari luar kota Kayen, bahkan orang-orang yang jauh dari Kayen. Dari Sala, Yogya, Semarang, Pati dan Demak dan lain-lain lagi. Tiap hari Kamis Petang sampai Kamis malam banyak mereka yang tidur di makam tersebut. Banyak orang yang mengatakan bahwa mereka datang sedang “nyepi” (semedi) dan menurut banyak orang mengatakan bahwa mereka bayak yang berhasil dengan apa yang diminta, Mereka meminta-minta agar kemauannya dapat terlaksana. Ada yang meminta : naik pangkat, dapat kaya, dapat jodoh yang baik atau ingin hanya selamat saja dan lain-lain.
Siapa Sebenarnya Kamu Syeh Jangkung ??? didalam ceritera legenda adalah seorang sakti yang banyak bertapa. bagaimanapun juga kisah-kisah Saridin memberikan pelajaran hidup, muatan sanepo-sanepo didalam kisah-kisahnya pembaca harus meletakkan dalam perspektif masanya, adalah kurang bijak bilamana masa lalunya diadili dengan kriteria sekarang. Artinya apa, yaitu membaca kisah masa lalu janganlah menyulut kebencian, tetapi semestinya kisah-kisah ini bisa dipakai sebagai koco benggolo bagaimana kita berubah perilaku dan melangkah maju menyongsong masa depan Indonesia yang lebih gemilang.
SINDIRAN
Kang Petruk crito....
Bagaikan Katak dicelana dalam?...eheheh...nanti dulu, buang pikiran ngeresmu jauh-jauh mas Bro! Mulo wong sing ora tau metu terkadang wawasannya sok jadi sempit wis ngono kemlinti....rumangsane dirinya wis hebat dewe po, Eee, gak ngertiyo kala dewekne mlebu ing paran, weee, jebule dirine tinemu cuiiliik...maklum jago kate, wanine ndok clanane dewe..eehh kliru, ndok kandange dewe...coba lihatlah ikut Bal-balan selalu kalah...kelah Ambalat kalah...nganti tekan si Unyil wae tersingkir karo Ipin-Upin, opo-opo kok kalah, meneh ing dunia wiraswasta?...ora wani, karepe bar lulus terus njaluke dadi amtenaar, priyayi, petinggi, anggota dewan!!... weleh weleh ngimpi..ngimpi mas Bro! piye jaalll.... coba lihatlah jebul diluar sana “abange sing akeh”.Ono Bang Angkot, ono Bang Baso, ono Bang Padang, Bang Tasik...Bang Kredit opo meneh Bang Koh An adalah bankir gedhe...mereka ada dimana-mana...benerlah kalo saat ini merekalah yang hidup, mereka suka kerja keras, mereka bersatu, bahkan mendunia, Abang abang itu memerah seperti merahnya Lampion-lampion Imlek...Sedangkan dirinya hanya puas jadi “Mas Abang”, mutunya rendah, wedi luntur, selalu disepuh, dipoles, karbitan ben kuning kaya emas, ning palsu...wegah rekoso, cemburune gedhe, Nato, urakan seneng nerak lampu abang ijo, pantes yen kalah, tertinggal jauh dari mereka...si Bagong nyeletuk.....lha seharusnya gimana to Kang-Dhe??....Petruk menjawab...Yaa, keluarlah dari celana dulu to pak Liiikk...si Bagong kecewa dengan jawaban itu...Huuu...muliihh aahh...
Itulah sepenggal “goro-goro” tengah malam yang disampaikan Ki Dalang pada dipagelaran Wayang kulit. Tersirat kalimat-kalimat lawakan yang disampaikan Ki Dalang merupakan kritik sosial, merupakan sindiran-sindiran keadaan masyarakat saat ini, digambarkan dimana sebagian masyarakat muda masih berfikir ingin menjadi pekatik pemerintah, jadi pegawai negeri dan enggan untuk kiprah didunia wiraswasta, apakah mereka tidak berani mandiri, atau malas, tuntutannya ingin hidup serba enak, dan instan, tetapi hidupnya tidak tertib..tidak terencana?? dst dst.
Kritik sosial atau sindiran semacam itu ada pula yang disampaikan melalui pembacaan puisi-puisi, eise-eise, pantun-pantun, sering tampil diantaranya budayawan Wahyu Sulaiman Rendra, KH A.Mustofa Bisri, Taufik Ismail dll, Dan ada pula disampaikan melalui pagelaran sandiwara atau pertunjukan teater...dan yang lagi populer saat ini adalah pertunjukannya teater Koma-nya Rian Tiarno, Teaternya Butet Kertaraharja, Teaternya Kiai Kanjeng-nya Emha Ainun Najib dsb...ceritera yang ditampilkan sangat menggelitik, mengena juga dan sangat apik, menjiwai adegan demi adegan membuat para penonton terkesima bahkan menyeka airmata, ya menangis dan tertawa. Stigma khas penuh adegan dan dialog yang membuat perut sakit penonton karena habis-habisan mengumbar ketawa, Dengan piawai, dibungkusnya tragedy sosial tersebut dalam balutan komedi penuh gelak dan canda tawa.
Sindiran ada juga yang melalui Karikatur yaitu gambar yang lucu dari seseorang dengan maksud untuk mengejek, gambar mengolok-olok, Aslinya sebagaimana yang dikenal sekarang berasal dari Italia muncul pada abad ke-16. dan semakin berkembang pada abad ke-18, ketika banyak penguasa-penguasa dijaman Raja Luis itu berbuat lalim terhadap rakyatnya. para Karikaturis membuat karikatur telah menjangkau masyarakat luas melalui media cetak, terutama di Eropa telah menjadi sarana kritik sosial dan politis. Pada abad berikutnya, berbagai majalah satire menjadi media utama karikatur; peran yang kemudian dilanjutkan oleh koran-koran harian pada abad ke-20. Selain sebagai bentuk seni dan hiburan, karikatur juga telah digunakan dalam bidang psikologi untuk meneliti bagaimana manusia mengenali wajah. Karikatur adalah gambar atau penggambaran suatu objek konkret dengan cara melebih-lebihkan ciri khas objek tersebut. Karikatur menggambarkan subjek yang dikenal dan umumnya dimaksudkan untuk menimbulkan kelucuan bagi pihak yang mengenal subjek tersebut. Kemudian diabad 19 berkembang muncul film-film kartun.
Pada abad 15 sebenarnya gambar karikatur sudah ada lebih dulu di Jawa, “seni menyindir” semacam Karikatur Eropa sudah ada yaitu dalam bentuk boneka Wayang kulit. Bentuk karikaturnya yang disebut Wondo yaitu Tatah sungging bersifat dekoratif sangat indah setelah dipoles dengan warna-warna. Warna-warna hitam, merah, biru, hijau, coklat dan kuning prada adalah warna-warna yang mendukung perwatakan wayang-wayang yang dilambangkan. Pada tatah sungging penciptaan wujud atau dapur atau wanda pada wayang mulai dari bentuk mata, hidung dan mulut menyiratkan sifat-sifat tokoh wayang atau karakter manusia. Perlambang-perlambang tersebut kadang-kadang membuat risih bagi orang-orang yang mirip dengan apa yang dilambangkan pada wayang-wayang tersebut.
Pencipta boneka wayang kulit adalah Kiai The Ling Sing dari dukuh Sunggingan Kota Tajug yang kemudian mendapat nama baru, yakni Quds, yang selanjutnya berubah menjadi Kudus. Susuhunan Kudus Ja-Tik Soe lah yang memerintahkannya untuk membuat boneka wayang tersebut. Kiai The Ling Sing adalah seorang China muslim ahli sungging dari China menciptakan kreasi baru yang semula bentuk Wayang Beber kemudian dirubahnya menjadi boneka Wayang Kulit dengan sunggingan dan tatah terawang, tiap tokoh terpisah berdiri sendiri, dan tidak di beberkan. Wayang tersebut terbuat dari kulit dan diberi sampurit (jepitan) untuk menancabkan wayang. Wayang dibentuk dengan seni grafis “bermata sipit” mirip penciptanya seperti yang kita lihat sekarang ini, berbeda dengan wayang-wayang Hindu atau Yunani yang berbentuk naturalis.
Wayang sangat populer di jamannya kerajaan Demak diteruskan hingga Mataram, wayang sengaja untuk dijadikan media untuk kepentingan politik atau siar agama, seperti penyuluhan-penerangan dari pemerintah kepada rakyatnya, didalamnya terkandung visi, misi, tujuan dan sekaligus strategi untuk suatu target mewujudkan suatu program-program pemerintah demi kesejahteraan rakyarnya agar bisa tercapai.
Tetapi juga ada Kritik sosial atau sindiran-sindiran disampaikan juga melalui ceritera-ceritera carangan Wayang, misalnya lakon Wisanggeni, Petruk Jadi Ratu yang berkisah tentang Petruk berhak jadi raja. Ini karena apa? Karena dia memiliki Kalimah Sahadat (jimat Kalimasada). Dari jaman sebelum Demak yaitu raja-raja Hindu yang totaliter, kemudian pindah kejaman Demak yang demokratis yaitu prinsip Petruk Jadi Ratu dan kemudian setelah Demak runtuh kembali lagi berubah menjadi totaliter dimana raja adalah panatagama sekaligus panatanegara seperti gelar-gelar yang dipakai oleh raja-raja Mataram belakangan. Raja penguasa segalanya, agama ditangannya demikian juga negara sehingga Mataram kuno mengalami sinkretisasi. dll.
Tetapi dikalangan rakyat jelata yang belum mampu menyelenggarakan pertunjukan wayang dengan boneka wayang kulit, mereka tidak kurang akal, dengan daun-daun Nangka, daun Jati, daun Pisang atau daun-daun apa sajalah bisa menggantikan boneka-boneka wayang kulit tersebut untuk menyampaikan lakon ceritera-ceritera rakyat yang “sedang ngetren” saat itu. Penonton jadi terhibur walaupun kesenian Wayang Godong atau Wayang Dami (batang padi dianyam) yang sederhana dengan piawainya si Dalang menjadikan media ini jadi bermanfaat seolah-olah hidup dan bisa menyampaikan misi-misi, dakwah, pesan-pesan moral, kritik sosial bahkan bisa sebagai alat pemersatu bangsa. Lakon-lakon yang di tampilkan antara lain Sondong Kerti Wedari, Dalang Soponyono, dll hingga ceritera rakyat yang melegenda seperti kisah Syeh Jangkung yang sangat populer di Jawa Tengah dan di Pati khususnya. Pada jamannya dulu kisah ini dimainkan dengan Wayang Godong (daun) dan tabuhan “Cangkem” yaitu suara mulut mirip akapela, dan masih banyak lagi. Dan di tahun 1977 muncul Wayang Suluh Gaya Baru dari Kabupaten Pati yang popular dengan Dalangnya Ki Purwadi menampilkan wayang-wayang realis dengan ceritera-ceritera rakyat yang dimanfaatkan sebagai penyuluhan Depen kepada masyarakat pada saat itu.
Kisah Syeh Jangkung sering juga dipentaskan pada pertunjukan tonil, Ketoprak. Memang diwilayah Pati merupakan salah satu gudang para seniman Ketoprak yang sering mementaskan lakon Saridin. Kesenian rakyat ini sangat digemari masyarakat didaerah Pati khususnya dan di Jawa Tengah umumnya.
Pro dan kontra itu pasti ada, Bagaimana reaksi bagi oposisi atau mereka yang dikritik atau yang disindir? Yang jelas mereka akan bereaksi. mengambil sikap sebagai berikut;
Type pertama, dia mungkin mencoba menyesuaikan dengan mengarahkan fahamnya pada jalan yang tidak akan bertentangan dengan para pengkritik..atau
Type kedua, dia mungkin mencoba untuk mendapatkan kebenaran dengan melakukan penyelidikan dan menguji berbagai jenis teori serta memadukan dengan kacamata hati yang lebih dalam, maka dia akan menjumpai kebenaran hakiki yang tak sekedar tampilan fisik, namun jauh masuk lebih kedalam setiap obyek yang diamatinya.
Type Ketiga, dia mungkin akan mengambil sikap yang radikal dengan sama sekali menolak “kritikan” di-dalam setiap bentuk! inilah type mereka yang tidak sadar atau tidak peka akan sindiran-sindiran yang dilontarkan kepadanya, dia terjebak pada pemahaman lahiriah saja, melihat dengan mata, mendengar melalui telinga, menilai dengan penalaran tanpa memadukan kaca mata hati, terjadilah pemahaman akhir yang diyakininya sebagai kebenaran, apalagi kebenaran itu mendapat dukungan mayoritas, maka semakin teguhlah ia meyakini kebenaran itu. Maka timbulah amarah, keinginan balas dendam bakal muncul dibenak pikirannya, dan merencanakan serangan balik kepada orang yang mengkritiknya atau yang menyindirnya. Sengaja dia terbitkan berita-berita sensasi, kontroversi yang cenderung provokatif, ciptakan opini publik untuk mencari dukungan bagi kepentingan dirinya,
Peristiwa “kritik balas kritik” terjadi tidak dijaman sekarang saja, jauh sebelum itu pada jaman Majapahit hingga jaman Mataram sudah ada. Saling balas membalas “mburu benere dewe” cenderung ke fitnah sah-sah saja mereka lakukan. Coba perhatikan legenda kisah tentang Ario Penangsang bagi pendukung pihak Mataraman pemberitaan tentang Ario Penangsang adalah Pecundang, tetapi berbeda bagi orang Pesisiran dan orang Palembang menganggap Ario Penangsang adalah pahlawan yang mempertahankan hak-haknya,
Dan lagi Kisah Ratu Kalinyamat diberitakan melakukan Topo Wudo (faham Dewaraja) tetapi bagi orang Jepara berbeda pendapatnya menganggap Ratu kalinyamat adalah seorang yang solehah, ustadah, mubaliq yang turut menyebarkan agama Islam dan Ratu Kalinyamat yang melawan kolonialis Portugis dianggap sebagai seorang Pahlawan bagi masyarakat Jepara, Dan inilah kontroversi bahkan cenderung kefitnah. Dan bagaimana dengan Syeh Jangkung?? apakah ada juga muncul pada kisah-kisah nyleneh didalam legenda Syeh Jangkung??
Oleh karena itu Pembaca dituntut harus jeli, cermat, kritis dan cerdas saat membaca ceritera-ceritera kisah Saridin yang tidak jelas siapa pengarangnya. Yang mana pada kisah-kisah Saridin harus dipilah mana-mana diantara kebenaran kisah Saridin yang penuh “Sanepo” yang bermuatan kritik atau sindiran kepada Otoritarian yang berkuasa saat itu bertindak sewenang-wenang. Dan pilah mana-mana ada kebohongan kisah-kisah palsu oleh orang yang tidak bertanggung jawab (Oposisi) yang sengaja mensusupkan menyatu kedalam kisah-kisah legenda Saridin.
Saridin, tidak menutup kemungkinan namanya “dimanfaatkan” oleh kedua pihak yang berseteru pada saat itu antara Pati dan Mataram pada saat itu. Keduanya memanfaatkan “Saridin” dengan versi yang berbeda demi kepentingan golongannya untuk menyerang lawannya. Sehingga Kisah-kisah Syeh Jangkung tampak “nyleneh” yang berakibat membuat masyarakat bingung untuk memahaminya, mereka kemudian mereka-reka sendiri dengan konotasi yang berbeda-beda cara memahami kisah-kisahnya. Sehingga “kebenaran” akan berubah menjadi “pembenaran” menurut pemahaman dirinya. Sehingga muncul keragu-raguan ketika menilai nama Saridin. Mungkin inilah target Otoritarian yang sengaja membuat bingung.
Sepertinya Saridin menjadi terpojokan sebagai kambing hitam, yang melakukan hal-hal yang tak wajar dengan dalih perikeadilan. Padahal tokoh Saridin yang kesehariannya adalah sebagai seorang ulama yang soleh, seorang maulana, mubaliq berdakwah keliling untuk melanjutkan tugas-tugas mulia dari orang tuanya Syeh Miyono, Saridin juga seorang yang merakyat bagi orang-orang pedesaan maupun perkotaan yang nasibnya melarat, dia lebih mengedepankan kedamaian dalam hidup berbangsa dan bernegara yang heterogen, yang penting dia bisa “mbelani” rakyat miskin menjadi manusia yang beriman tidak terjerumus pada kekufuran oleh sebab kemiskinan, kurang pangan atau pendidikan.
SUPERMAN
Di abad 16, sebagian Wong Jawa terutama dibagian selatan umumnya masih ikuti faham animisme dan dinamisme, mereka masih mempercayai mitos Roro KIdul. Sungguh mitos Roro Kidul mengingkari kenyataan dan mengalahkan realitas. Roro Kidul adalah rekayasa Senopati ditahun 1584, puncak keputus-asaannya karena para Bupati dan rakyat Pesisir Utara yang umumnya beragama Islam terutama pedagang-pedagang China menentang semua kebijaksanaannya, karena mereka mendominasi perdagangan dan pelabuhan-pelabuhan pesisir utara. Akhirnya Senopati mencoba membuka pelabuhan di pantai Selatan tetapi menemui kegagalan karena gelombangnya terlalu besar.
Maka Senopati berupaya mencari dukungan rakyat dengan menghadirkan mitos Nyai Roro Kidul. Mitos Roro Kidul hanya akal-akalan Senopati untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyatnya, Strategi politik andalannya yang tersisa hanya tinggal kisah Roro Kidul ratu demit disamudera Hindia guna meyakinkan rakyatnya agar tetap suyut dan patuh kepada rajanya.
Feodalisme para raja-raja Jawa pada jaman Hindu sangat berlebihan, agar nampak hebat dimata rakyatnya, berbagai cara dilakukan agar bisa disuyuti rakyatnya, dikarangnya ceritera nyleneh untuk menutupi kekurangannya, semua itu sebagai senjata guna mempengaruhi rakyat agar mau tunduk dan mengikuti kehendak raja. Diantaranya dikarang-karangnya salsilah keluarga raja, yang menyatakan bahwa raja adalah keturunan orang-orang yang hebat. Terkadang salsilah moyangnya tidak nalar dan terlalu mengada-ada, sengaja mereka lakukan karena punya pamrih atau maksud mengadakan synkretisme ideology demi kekuasaan, raja mengaku bahwa dia adalah keturunan para dewa-dewa yang ada didalam pewayangan.
Tidak hanya raja-raja dijaman dulu saja, di masyarakat kebanyakan dijaman sekarangpun masih ada yang aneh-aneh menyulap salsilah seperti itu. sebegitu jauh orang melakukan reka-yasa salsilah untuk bisa tampak hebat dihadapan orang yang membaca atau mendengarnya agar menaruh hormat, terpengaruh dan mau mengikuti fahamnya.
Anehnya dari ceritera salsilah nyleneh raja-raja dijaman itu rakyatnya mempercayainya, sebab pada alam animesme rakyat sendiri sedang ke-edanan lakon-lakon pada ceritera epos Mahabarata karangan Wiyasa dan Ramayana karangannya Walmiki. Epos dari India itu senantiasa menarik dan memikat perhatian rakyat, sebab dianggapnya lakon-lakon ceriteranya berisi pendidikan, tuntunan atau bimbingan hidup dalam kemasyarakatan versi India. Dewa-dewa dan kesatria-kesatria pada epos tersebut seolah-olah pernah hidup didunia nyata sehingga punya pengaruh kuat bahkan pelakon-pelakon dalam ceritera tersebut menjadikannya idola-idola dihati masyarakat.
Anehnya sebagian orang Jawa mempercayainya, mereka mempercayai bahwa rajanya adalah keturunan para Nabi atau dewa-dewa dipewayangan, raja mendapat wahyu, andaru, pulung. Muncul mitos yang masih dipercayai sampai jaman sekarang bahwa raja-raja Jawa kawin dengan Ratu Kidul. Semacam mistisisme politis pernah muncul di Surakarta pada jamannya Pakubuwana X, disebut pada sebuah buku Wedamadya menggambarkan PB X adalah sebagai Kresna.
Coba sempatkan anda pergi berkunjung kekota Demak, sempatkanlah berziarah kemakam raja-raja Demak yang letaknya ada dibelakang Mesjid Agung Demak. Diantara makam Sultan Patah dan Sultan Trenggono. terdapat sebuah makam keramat yaitu makam Prabu Darmakusuma atau Prabu Yudhistira, seorang raja yang memerintah dikerajaan Astina setelah paska perang Baratayuda. Sejak kapan Prabu Darmakusuma wafat dan kemudian dimakamkan disini?? Aneh bukan??
Masih ada lagi, tercermin pada ceritera-ceritera di abad 15 M yang tercatat dalam kitab Paramayoga dan Pustakaraja Purwa tentang sisilah dewa-dewa sbb, 1.Nabi Adam- 2.Nabi Syis- 3.Anwas dan Anwar- 4.Hyang Nur Rasa- 5.Hyang Wenang- 6.Hyang Tunggal- 7.Hyang Ismaya- 8.Wungkuhan-9.Smarasanta (Semar). Dengan munculnya dewa-dewa yang masih keturunan Nabi Adam, sepertinya sengaja akidah Islam mulai ditanamkan dikalangan masyarakat kala itu. Dan itu terus menerus disebarkan melalui dakwah-dakwah, dan pada gilirannya mitologi Hindu yang terinterpolasi diyakini kebenarannya bahkan dijadikan pakem pewayangan.
Rakyat yang terlamjur akhul yakin kepada hal-hal yang berbau tahayul-tahayul itu, sehingga mereka takut dan bisa kuwalat bilamana berani melanggar atau mengingkari, segala apa yang jadi “Sabda panditaning ratu” yang menjadi perintahnya harus dilakukan. Kelemahan inilah dimanfaatkan oleh para penguasa sebagai alat untuk mempengaruhi dan mengendalikan, melalui rekayasa ceritera-ceritera mistis yang menimbulkan ketakutan kepada rakyatnya, sehingga mereka menjadi tunduk dan mau menuruti kehendaknya.
Dan tak luput nama Saridin yang dimata rakyat adalah “Superman” juga menjadi rebutan para penguasa-penguasa, Saridin yang diidolakan masyarakat kecil, dimanfaatkan sebagai Media ajang persaingan pengaruh bagi kedua penguasa yang berseteru yaitu antara Pati melawan Mataram, mengapa Saridin?? yaa, karena Saridin adalah “Superman” tokoh panutan masyarakat, yang dicintai kalangan bawah.
DITENGAH
PALAGAN
Bangsa An–am (Anam) dan Vietnam (ras China) semula hidup bersatu didalam satu Negeri yang dahulunya bernama “Cempo” atau Campa dalam dialek Swatow ditulis Cam dan Pa, didalam dialek Yunnan ditulis dengan Syan dan Pau kemudian berubah menjadi Sjan Pau Tsa yang selanjutnya menjadi Kampuchea yang sekarang. Semenejak jaman kejayaan budaya Dongson merambah lewat Swarnabhumi (Siam) menuju ke Swarnadwipa (Sumatera) hingga Jawadwipa (Jawa). Keduanya suku bangsa ini banyak yang berimigrasi, mereka secara berbondong-bondong masuk ke Nusantara. Mereka hidup makmur didaerah baru dimana mereka tinggal. Kemudian mereka mendirikan Kedatuan dan Kerajaan-kerajaan di Nusantara ini seperti Shih Lih Fo-shih (Sriwijaya), Syailendra, San Fo-tsi, Singosari, Bali hingga Majapahit.
Paska kemunduran dinasti Ming karena kemelut pemberontakan-pemberontakan didalam negerinya berdampak tidak terurus negeri-negeri bawahannya, kemudian Vietnam melepaskan diri dari kerajaan Campa, pertempuran terjadi di tahun 1446-1471 yang akhirnya ibukota Vijaya berhasil diduduki raja Vietnam yaitu Le Nanh-ton dan Tanh-ton. Pembantaian terjadi kepada mereka yang tidak mau tunduk kepada raja Vietnam mengakibatkan 60.000 orang Campa terbunuh dan 30.000 orang Campa ditawan termasuk rajanya. Mereka yang selamat eksodus besar-besaran menuju Nusantara, mohon perlindungan kepada raja Jawa Majapahit yaitu Brawijaya V.
Semenjak itu kemelut perseteruan kedua bangsa terus berlanjut, mengumbar egonya masing-masing demi kekuasaan. Perseteruan atau peperangan merambah antar kerajaan-kerajaan di Nusantara, antara raja keturunan Anam melawan raja-raja keturunan Vietnam, perang yang sering dihubungkan dengan dalih demi kepentingan bangsa atau negeri.
Sang Penguasa kerapkali berdalih kekerasan yang mereka lakukan demi kepentingan bangsanya, tetapi dapat dipertanyakan apakah betul-betul demi kepentingan bangsa? atau barangkali lebih tepat demi kepentingan kelompok penguasa feudal. Rakyat dikorbankan untuk saling berbunuh, bahkan antar saudara sendiri tega membunuh karena berbeda idiologi dan demi sebuah kekuasaan.
Dan tak luput perseteruan itu juga menimpa kepada anak cucu Brawijaya V yang dilahirkan dari ibu-ibu yang berbeda bangsa. Ketika Brawijaya V masih bertahta. Kehadiran Puteri China Sioe Ban Cik (China Vietnam) diistana Majapahit hadiah dari Kaisar Yan Lu dari Tiongkok diambil isteri Brawijaya V dijadikan sebagai Permaisuri telah menimbulkan pertentangan dikalangan keluarga istana, terutama selir-kinasih Brawijaya V yang diambil dari Campa (Anam) yang bernama Bodricemoro yang berambisi juga ingin menjadi Permaisuri.
Keinginannya didukung oleh Ki Gede Suryangalam dengan cara menciptakan “Kesenian Reog” yaitu penari bertopeng harimau yang ditunggangi penari berkostum Burung Merak. Adalah tarian “sindiran” kepada Raja Majapahit, harimau menyimbolkan Raja Majapahit sedangkan burung Merak menyimbolkan sang permaisuri yang dari China, menganggap sang raja sibuk mengurusi Permaisuri sehingga terlena kurang memperhatikan rakyatnya. Rupanya sang raja tahu kalau dikritik dirinya melalui kesenian Reog tersebut.
Hadirnya Puteri China maupun Puteri Campa merupakan perkawinan politik untuk tujuan hubungan damai antara Tiongkok dengan negeri-negeri bawahan. para puteri sengaja dikirim itu kebanyakan dari negeri Campa dan China yang-mana dari sosio cultural dan religiusnya antara bangsa tsb dengan bangsa-bangsa di Nusantara banyak kesamaannya. Negara-negara yang mempertuan biasanya menyampaikan upeti kepada yang dipertuan. Sebenarnya penyampaian upeti itu merupakan salah satu saluran perdagangan antara Tiongkok dengan Negara bawahannya. Tidak sekedar membawa upeti, negeri bawahan diperbolehkan membawa dagangannya untuk diperjual belikan secara barter di Tiongkok.
Sebagai balasan kesetiaan mereka kepada yang dipertuan, maka Kaisarpun memberikan cendera-mata yang sangat berharga jauh nilainya dari-pada upeti yang diterimanya. Negara bawahan senang dengan timbal-balik semacam itu, terjadilah hubungan erat yang tidak pernah merugikan perekonomian masing-masing. Tercatat dalam sejarah selama tahun 1403-1424 M kerajaan-kerajaan bawahan yang telah mengirimkan utusan ke Tiongkok membawa upeti antara lain, Campa 18 kali, Siam 22 kali, Malaka 15 kali, Samudra-Pasai 15 kali, Jawa 20 kali, dan Brunei 8 kali.
Maka dengan terpaksa Brawijaya V menyingkirkan Puteri China demi ketentraman negerinya, sang puteri kemudian dihibahkan kepada Arya Damar atau Arya Dillah Adipati Palembang. Disebut didalam ceritera babat dan legendanya pada saat itu Puteri China sedang hamil. Dan setibanya di Palembang kemudian melahirkan bayi laki-laki bernama Jien-Bun yang kemudian diberi gelar dengan nama Raden Patah yang kemudian hari menjadi raja Demak.
Dan setelah dewasa Pangeran Jien Bun pergi ke Jawa, mendarat dipelabuhan Tuban sekitar th 1419 M. Disana bertemu Sunan Ampel kakak misan ibunya, untuk mendalami ajaran agama Islam. Bersama Sunan Ampel Pangeran Jien Bun diperkenalkan kepada orang tuanya ke Majapahit yaitu Prabu Brawijaya V.
Permaisuri pengganti puteri China yaitu Bodricemoro (Wandakuning) yang dikawininya dari salahsatu dayang-dayang istana tidak punya kemampuan untuk mendampingi sang raja serta membantu sang raja didalam mengatur rumah tangga kerajaan Majapahit. Dan inilah awal keruntuhan kerajaan Majapahit.
Perkawinannya dengan Bodricemoro dikaruniai dua anak yaitu Ratu Pembayun dan Bondan Kejawen yang menurunkan raja-raja Mataram. Ratu Pembayun menurunkan Ki Ageng Pengging (Adipati Jayaningrat) mempunyai beberapa orang putera diantaranya yang terkenal adalah Ki Gedhe Kebo Kanigoro, Ki Gedhe Kenanga (ayahnya Djoko Tingkir) dan seorang Puteri yang diperisteri Syeh Siti Jenar salah satu dari Wali Sanga. Sedangkan keturunan R, Bondan Kejawen perkawinannya dengan Dewi Nawangsih (puteri Ki Ageng Tarup) menurunkan Ki Getas Pendowo menurunkan Ki Ageng Selo menurunkan Ki Ageng Enis menurunkan Ki Ageng Pemanahan hingga R,Sutowijoyo (Panembahan Senopati Mataram).
Perseteruan berlanjut ke anak-anak keturunan Brawijaya V mereka berebut tahta kerajaan Majapahit penguasa pulau Jawa (Nusantara), antara kelompok Bintoro Demak keturunan puteri China termasuk Ario Penangsang melawan kelompok Pengging dan Selo keturunan dari puteri Campa termasuk Senopati yang menurunkan raja-raja Mataram.
Bong Swee Hoo semula adalah seorang capten China dimuara sungai Brantas (Kali Porong) kemudian mengemban tugas Wali Negari Surabaya berkedudukan di Ampeldenta Mojokerto. Bong Swee Ho berasal dari (Vietnam) dan ketika ditahun 1445 M berangkat ke Jawa memenuhi panggilan raja Majapahit yang masyur. Dan ditahun 1476, Bong Swee Hoo menikah dengan salah seorang puterinya Gan Eng Chu (Ario Tedjo) mantan capten China di Manila yang dipindah tugaskan ke Tuban sejak tahun 1423, puteri tersebut bernama Ni Gedhe Manila saudara seayah dengan Gan Si Cang.
Bong Swee Ho sewaktu menjabat Wali Negari Surabaya juga aktif menyebarkan Islam lewat dakwah-dakwahnya. Wali Negari Surabaya Bong Swee Ho lazim disebut sebagai Susuhunan Ampel. Setelah Wali Agama terbentuk yaitu Wali Sanga yang anggotanya berjumlah 8 (delapan) orang maka urusan dakwah dipegang Sunan Ampel dengan nama Raden Rahmat.
Sinuhun atau Sinuwun atau Susuhunan adalah sebutan raja atau Pangeran yang artinya orang yang bisa dimintai (suwun), tempat mengadu, melindungi atau orang Jawa menyebut tempat “pangengeran”. Susuhunan berbeda dengan Sunan yang artinya suhu, Susuhunan adalah jabatan penguasa daerah atau Negara, sedangkan Sunan adalah seorang ulama, pengasuh pesantren atau mubaliq biasa disebut Syeih atau Kiahi atau Ustad atau Guru. Kalau di Aceh sebutan Teuku adalah gelar bangsawan, sedangkan Tengku adalah gelar ulama.
Didalam tugas-tugasnya dakwah agama Islam Sunan Ampel R.Rahmat selalu didampingi seorang mubalig terkenal yaitu Syeh Syukur yang datang kepadanya dari Siam (Thailand). Kemana saja beliau pergi selalu disana ada Syeh Syukur. dan sahabat lainnya adalah Pnembahan Pulau Nangka, Panembahan Atas Angin dan Syeh Wali Lanang.
Syeh Syukur diikuti ketiga puteranya yang masih kecil-kecil ketika itu yaitu Syeh Pajenggotan, Syeh Pekiringan Tayu dan Syeh Miyono.
Syeh Miyono menikah dan dikaruniai dua orang anak yaitu Puteri Randangan dan Syeh Jangkung. Mereka anak beranak adalah pengikut setia Susuhunan Ngampel. Mereka selalu berpegang “dawuh” yang diberikan Susuhunan Ngampel untuk menyebarkan Islam, melakukan dakwah agama dengan mensiasati ajaran-ajaran melalui pembangkitan cara-cara ajaran purba Kapitayan. Semua itu terpaksa dilakukan untuk mempermudah agar agama Islam lebih bisa diterima dan dipahami penduduk Majapahit yang saat itu masih percaya pada animisme. Ajaran Kapitayan disebutkan bahwa Sanghyang Taya itu adalah kekuatan Ilahi yang tak tergambarkan, tak dapat dibandingkan dengan sesuatu keberadaan-Nya. “Tan kena kinaya ngapa.” Daya sakti Ilahi dari Sanghyang Taya memancar tidak hanya pada benda-benda tetapi juga pada manusia.
Bersama Wali Sanga mereka menyebarkan Islam untuk mengubah tatanan social dan politik diera Majapahit yang menganut ajaran Dewaraja agar menjadi tatanan yang Islami. Sebagaimana diketahui dijaman itu masyarakat meyakini bahwa seorang raja adalah titisan dewa, sehingga sampai meninggalpun masih dipuja-puja disembah-sembah rakyatnya. Dengan suatu strategi dakwah Islam untuk mengubah kepercayaan Dewaraja menjadi Tauhid Islam. Artinya bahwa para raja itu bukanlah titisan Tuhan.
Masyarakat Majapahit yang dinilai punya sifat yang sombong karena mereka punya doktrin sebagaimana tercermin pada sumpah Amukti Palapa yang dikumandangkan patih Gajah Mada tentang nilai-nilai keagungan dan penaklukan yang dianut masyarakat Majapahit yaitu meliputi, Adhigana (keunggulan), Adhigung (keagungan), Adhiguna (superioritas), Rajas (nafsu tak terkendali), Niratisaya (tak tertandingi), Jaya (kemenangan), dan Nirbhaya (pantang menyerah).
Dengan doktrin tersebut membentuk sifat masyarakat Majapahit pada waktu itu menjadi congkak, meremehkan kepada mereka yang bukan orang Majapahit adalah bukan apa-apa, kecil dimata mereka dan rendah derajadnya dibawah mereka. Memang ada benarnya sehingga mereka bertabiat congkak demikian sebab secara kebetulan pada waktu itu segala sesuatu yang terkait dengan kebutuhan hidup manusia dimana pulau Jawa punya segalanya bahkan padi sebagai makanan pokok berlimpah sehingga negeri-negeri tetangga seperti Malaka, Aceh bergantung pasokan dari pulau Jawa.
Banyak orang menyebutnya ajaran Wali-Sanga tersebut dengan istilah Ke-Jawa-an (nJowo). Ajaran tersebut berbeda dengan ajaran Kejawen jamannya Senopati, dan ajaran ke-Jawa-an bukan bi’dah atau mencampur adukkan antara ajaran Hindu Budha dan Islam. Justru ajaran tersebut menggiring kearah ajaran tauhid. Mengajak masyarakat pengikut faham dewaraja untuk Hijrah keajaran Islam yang haqq.
Nilai-nilai Islam sengaja ditanamkan dimasyarakat agar berubah sifatnya menjadi manusia yang punya nilai kesabaran (as shabar), keiklasan (ikhlas), kerendah-hatian (tawadhu’), keadilan (‘adl), guyub rukun (ukhuwah), rilo (ridho), kesederhanaan (waro’), nrimo (qona’ah), ngalah (tawakal), pasrah (lilah), ojo dumeh dsb.
Dijaman Majapahit pemeluk Islam pada waktu itu minoritas, maka usaha-usaha para Wali didalam berdakwah agama Islam mengambil cara-cara praktis untuk mempermudah agama Islam agar bisa diterima masyarakat pada waktu itu. Melalui cara-cara yang lebih damai dengan prinsip “maw’izhatul hasanah wa mujadalah billati hiya ahsan”, penyampaian ajaran Islam melalui bahasa yang mudah dimengerti.
Syeh Jangkung yang nama kecilnya adalah Saridin (Syarifrudin) adalah seorang Mubaliq yang melanjutkan visi misi yang telah digariskan oleh para pendahulunya. Langkahnya mirip Sunan Kalijaga tokoh yang ia idolakan yang bisa momong pada orang yang benar, dan hidupnya penuh pengabdian dan pengorbanan. juga seorang bapak yang memberi ketenangan hati dan mengajak ke jalan kebaikan.
Sepertinya memang kehendak Allah, Saridin dihadirkan diantara kancah konflik antara Pati dan Mataram, sosok Saridin yang bersahaja kita dapatkan semangat yang luar biasa, rasa kepedulian yang sangat besar terhadap nasib rakyat yang tertindas, tak kenal lelah memberikan pencerahan kepada masyarakat yang kerap terpinggirkan. dengan keberanian mengambil resiko terhadap apa yang ia lakukan, ia terus memberikan kritikan tajam kepada siapapun yang berkuasa. meskipun terkadang kritikannya ternyata tidak mempan, tidak digubris oleh penguasa, sehingga ia memilih diam dan tidak lagi berkata-kata.
Walau dengan keterbatasan yang dimiliki Saridin, dia membantu kita untuk berfikir kritis dan obyektif dalam memahami persoalan-persoalan yang berkembang dimasyarakatnya saat itu. untuk terus maju menuju negeri yang “Tata Tentrem Kertaraharja”.Amin.
KETOPRAK SARIDIN
Tidak semua Kisah-kisah Saridin oleh penulis bisa tampilkan, terlalu banyak ceritera-ceritera carangan yang boleh jadi sudah dikembangkan oleh para seniman-seniman ketoprak. Jadi penulis hanya mengutip kisah-kisah Syeh Jangkung yang diterima melalui tutur tinular dari para orang tua di Pati yaitu 12 kisah populer Syeh Jangkung yang langgeng hingga sekarang tidak berubah. Silahkan disimak.
1. DURIAN BAWA PETAKA
Didukuh Wiyono sebelah utara Pati ada seorang pemuda benama Saridin anak angkat Ki Ageng Kingiran, ia mempunyai satu saudara perempuan bernama Sumiyem, putri Ki Ageng Kingiran memang mendambakan seorang adik laki-laki. Mereka berdua hidup rukun dibawa asuhan Ki Ageng Kiringan. Ditanah mereka tinggal ada tumbuh sebatang pohon durian besar (duren sa uwit) dan sedang berbuah lebat. duren sauwit yang menjadi nama salah satu desa di Kecamatan Kayen, Durensawit. Pemuda Saridin berbagi perolehan setiap memungut durian-durian yang jatuh karena sudah masak, kemudian mereka jual ke pasar. Hidup mereka bedua sangat damai dan tenteram.
Setelah dewasa Sumiyem diperistri oleh seorang laki-laki bernama Branjung, sedangkan Saridin dikawinkan dengan gadis bernama Sumirah. Dengan hadirnya kakak ipar yang bernama Branjung kemudian tinggal bersama-sama satu rumah dengan Saridin, kehidupan dirumah tersebut menjadi berubah. Branjung sang ipar ikut campur dalam pembagian buah durian tersebut. Pembagiannya adalah sebagai berikut, Saridin berhak mengambil durian-durian yang hanya pagi hari. Saridin menuruti saja kehendak iparnya, ia setuju atas pertimbangan demi kerukunan keluarga.Pagi-pagi Saridin bangun pergi ke kebon untuk menunggu dan mengambil durian jatuh yang menjadi bagiannya. Tetapi apa yang ia dapati sedari pagi hingga sore durian-durian yang jatuh jumlahnya tidak seperti biasanya, hanya sedikit perolehannya. Saridin heran melihat perolehannya Branjung kakak iparnya setiap fajar pulang dengan membawa sepikul durian banyak sekali.
Penasaran Saridin atas kejadian ini, maka dengan diam-diam Saridin malam harinya mengintip apa yang bakal terjadi pada pohon duriannya. Didalam kegelapan Saridin melihat ada harimau memanjat pohon durian tersebut, setelah sampai di atas harimau tersebut memetik durian kemudian menjatuhkannya. Saridin segera balik kerumahnya dan mengambil tombak dan kemudian kembali lagi ke kebon durian. Disana persis dilihatnya harimau yang mencuri durian tersebut sedang turun, maka tanpa pikir panjang ditombaknya pencuri tersebut hingga mati. Pagi harinya terang tanah diketahuinya bahwa harimau pencuri yang mati ditangannya ternyata berubah menjadi Branjung kakak iparnya sendiri....... Masyarakat heboh, dan famili dari Branjung kakak iparnya tidak menerimanya adiknya terbunuh, Saridin dilaporkan kepada Hadipati sehingga ia ditahan.....Kemudian diadilinya Saridin dan dijatuhi hukuman gantung. Saridin protes bahwa Hadipati tidak adil, sebab yang ia bunuh adalah harimau tetapi oleh sang Hadipati tidak diindahkan, dan Saridin oleh algojo dibawa ke alon-alon untuk dieksekusi. Pada saat leher Saridin dikalungkan tali maut untuk menggantung, mendadak Saridin lenyap. Lenyapnya Saridin membikin sang Hadipati marah, maka pelampiasan amarahnya memutuskan sang algojo digantung sebagai gantinya....
Kemanakah Saridin? tahu-tahu ia telah berada disuatu ternpat, tengok kanan tengok kiri kawatir ketahuan orang maka ia melepaskan pakaiannya dan ia sampirkan di semak-semak dan ia berganti pakaian untuk menyamar, setelah aman ia pergi jauh. Desa dimana ia berganti pakaian tersebut kemudian hari disebut desa Semampir.
Komentar:
Ceritera tersebut diatas adalah sanepo, orang-orang tua di Pati paham akan makna sanepo tersebut. Ceritera tersebut adalah sindiran kepada penguasa pada waktu itu yaitu pada jamannya Senopati Mataram berkuasa. Senopati telah memperisteri Rara Sari (Kanjeng Ratu Mas) yang cantik jelita yaitu puteri Ki Ageng Penjawi, tetapi kemudian muncul nafsu serakahnya ingin menguasai seluruh Kadipaten Pati.
Maka Adipati Djojokoesomo (Pragola-I) putera Ki Ageng Penjawi melawannya dan berhasil mematahkan serangan Mataram dan berhasil memukul mundur prajurit Mataram hingga ke perbatasan Prambanan.
Meskipun akhirnya Adipati Djojokoesoemo kalah karena melawan persekongkolan Senopati Mataram dan Portugis, menyerang kadipaten Pati dengan cara-cara licik menggunting selimut dalam lipatan yaitu Mataram bekerjasama dengan R.Panjaringan menyerang Adipati Djojokoesoemo dari belakang dan akhirnya Mataram berhasil menguasai kota Pati.
Kuda2 perang pasukan Adipati Pragola di Prambanan diracuni, sehingga Adipati Pragola terdesak dan bertahan di lereng gunung Ungaran, Sambil bergerilya sang Adipati Pragola di sana ia menjadi mubaliq dengan sebutan Kiai Abdullah Taqwa, sisa hidupnya dihabiskan untuk melakukan dakwah agama Islam hingga wafatnya, Maka wilayah tersebut kemudian disebut Gunung Pati (masuk Kodya Semarang). Bersama prajurit-prajurit setia pengikutnya kemudian memutuskan untuk bermukim disana, berkeluarga dan beranak pinak di daerah Gunung Pati. Mereka adalah cikal bakal masyarakat di daerah tersebut.
Tersirat sanepo dari ceritera tersebut di atas digambarkan bahwa Senopati identik seperti Branjung si pencuri durian tersebut, Sedangkan Adipati Pragola adalah Saridin yang berhasil membunuh sang pencuri durian. Sedangkan sang Hadipati yang dimaksud adalah R.Panjaringan (pengganti Pragola dari Madura) yang kehilangan narapidananya kemudian menjadi berang dan bertindak lalim. ia adalah antek Mataram yang dikemudian hari menggantikan Pragola-I, didalam sejarahnya R. Panjaringan gagal dan tidak berhasil menangkap Adipati Djojokoesoemo (Pragola-I), kemudian ia melampiaskan kemarahannya dengan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat Pati yang tidak mendukung pemerintahannya.
2. SANTRI BUKI
Selanjutnya Saridin punya cita-cita tinggi, ia ingin punya pondok pesantren sendiri. Maka sebelum itu itu ia perlu mempersiapkan segala sesuatunya termasuk merencanakan lokasinya, ia membangun suatu pedukuhan yang hingga kini dinamakan pedukuhan Landoh, kecamatan Kayen. Kemudian setelah selesai Saridin kemudian dilanjutkan mempersiapkan untuk menimba ilmu agama. Maka Saridin melanjutkan perjalannya untuk mencari pengetahuan belajar mengaji di tempat Pondok pesantrennya Sunan Kudus.
Untuk sementara disana ia belum diberi pelajaran Al Quran, Saridin hanya disuruh-suruh (diplonco) oleh para seniornya yang suka iseng menyuruhnya untuk melakukan pekerjaan ngangsu (mengambil air) untuk mengisi blumbang setiap hari. Pekerjaan ini tidak disukai oleh Saridin karena pekerjaan yang sia-sia, setiap air yang dituangkan maka langsung meresap kedalam tanah. Saridin tahu karena pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan yang dimaksud. Oleh karena itu Saridin pergi di kolam yang berada di belakang Masjid Kudus. Santri senior memergoki Saridin sedang berendam didalam kolam, “Hei Saridin sedang apa kamu berendam disitu?” dan Saridin menjawab, “Sedang mencari ikan”. para santri senior mentertawainya, maka salah seorang dari mereka melapor kepada Sunan Kudus. Dan Sunan Kudus bergegas mendatangi Saridin, lalu bertanya, “Mengapa mencari ikan di situ?” maka dijawab oleh Saridin “Di mana ada air, di situ ada ikannya”. Setelah Sunan Kudus mendengar jawaban yang sedemikian itu, lalu Sunan Kudus bertanya, “Apakah setiap air pasti ada ikannya?” Saridin dengan ringan menjawab, “Ada, Kanjeng Sunan.” seorang murid memetik buah kelapa dari pohon di halaman. Buah kelapa itu dipecah. Ternyata benar jawaban Saridin terbukti. Dalam buah kelapa itu memang ada ikannya. Sunan Kudus menjadi marah dan terus menyuruh kepada Saridin keluar dari pesantrennya. Maka berkatalah Sunan Kudus, bahwa Saridin mulai detik itu tak usah meneruskan pelajaran Al Qur’an dan ia sudah tamat. Dan Saridin diharap untuk mencari guru lain saja.
Sedih terpaksa pergilah Saridin. Tetapi perginya tidak jauh, melainkan menyelinap masuk ke dalam Jumbleng (wc) nya Sunan Kudus. Di dalam jumbleng ini Saridin bertapa selama 5 bulan. Pada suatu hari pada waktu istrinya Sunan Kudus pergi ke WC untuk buang air besar, maka Saridin tertawa karena dapat mengetahui milik istri Sunan Kudus yang paling pribadi. Saridin berulah. Dia memainkan bunga kantil, yang dia bawa masuk ke lubang WC, ke bagian paling pribadi wanita itu.
Itri Sunan Kudus terkejut atas perlakuan Saridin dan berteriak-teriak minta tolong. Hal ini maka segera dilaporkan kepada Sunan Kudus, dan ternyata di dalam jumbleng terdapat Saridin, dan kemudian diadakan pengepungan oleh prajurit-prajurit Sunan Kudus.
Selanjutnya Saridin keluar sambil lari yang dengan badannya penuh kotoran manusia. Oleh karena Saridin menggunakan Aji penglamunan dan aji Jaya sampurna maka ia tidak bisa terlihat oleh para prajurit dan lain-lainnya. Selanjutnya Saridin meneruskan larinya ke Pasar Kliwon Kudus dan masuk ke tempat kerumunan orang-orang banyak yang mengakibatkan orang-orang tersebut lalu bubar, badannya Saridin akhirnya menjadi bersih.
Komentar:
Ceritera tersebut diatas punya makna mengkritik system pendidikan di Pesantren Sunan Kudus paska hancurnya kerajaan Demak, yang mana Sunan Kudus lalai mengurus pondok pesantrennya karena sibuk berpolitik dan ikut terlibat didalam masalah persaingan para Pangeran yang saling berebut tahta kerajaan Demak antara lain Djoko Tingkir dan Ario Penangsang yang keduanya adalah santri-santrinya Sunan Kudus.
Sikap Sunan Kudus kentara sekali berpihak kepada Djoko Tingkir untuk meloloskan menjadi raja Pajang. Sedangkan Ario Penangsang sang pewaris tahta sesungguhnya malah diabaikan, meskipun berkali-kali Ario Penangsang dipanggilnya disuruh datang menghadap ke Kudus untuk diberi wejangan-wejangan yang menghibur, seolah-olah memberikan angin surga mendukungnya, tetapi ternyata sia-sia, Ario Penangsang tidak mendapat dukungan dari Sunan Kudus (mewakili para Wali), malahan ia tersingkir. Ibaratnya ia sebagai santri yang sudah lama belajar mengaji di Sunan Kudus tetapi tidak pernah mendapatkan ilmu, hanya rasa capek yang ia dapatkan.Bahkan Ario Penangsang akhimya disingkirkan.
Sanepo ada air ada ikan sama halnya ada gula ada semut mengakibatkan Pesantren Sunan Kudus menjadi berubah warnanya dan tidak putih lagi. Pamornya sebagai perguruan mengaji hilang tergerus gebyarnya duniawi. Jumbleng (wc) adalah tempat untuk membuang kotoran (menyimpan atau menampung kotoran), rupanya ketahuan segala rahasia keperpihakan Sunan Kudus kepada Djoko Tingkir, karena dorongan atau desakan istri Sunan Kudus yang telah menampung hadiah-hadiah (oleh-oleh) dari penggede Pajang yang punya maksud untuk memperlancar dukungan pada kepentingan Pajang.
Kembang Kantil atau Bunga Kantil mempunyai makna ritual kemantilkantil yang berarti selalu ingat kepada Allah Swt dimanapun berada dan selalu mempunyai hubungan yang erat. Sebaliknya bagi mereka yang mengingkari adalah termasuk golongan setan. Mitos yang berkembang di masyarakat, aroma bunga kantil yang khas sangat disukai oleh kuntilanak, sejenis makhlus halus berjenis kelamin perempuan. Kuntilanak, menurut mitos ini, sering menjadikan pohon kantil (cempaka putih) sebagai rumah tempat tinggalnya. Terlepas dari mitos tersebut, kantil mempunyai nilai tradisi yang erat bagi masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah baik dalam prosesi perkawinan maupun kematian. Terus siapa yang dimaksud seperti Kuntilanak?? Kisah Jumbleng dan kembang kantil itu akan menjadikan peringatan bagi Sunan Kudus supaya sadar akan langkah-langkahnya yang keliru sebagai penggembala umat supaya dihentikan.
Saridin lari ke arah Timur dan tersesat masuk ke Pasar Kliwon. la menerobos orang-orang yang berkerumun di pasar dan mengakibatkan kerumunan tadi pada bubar, ulah Saridin menerobos dan berdesak-desakan dengan orang-orang di pasar sehingga badannya menjadi bersih kembali setelah itu ia melanjutkan berkelana.
Sanepo tersesat artinya Saridin bertindak tidak pada jalan yang lurus karena sesuatu hal ia terpaksa harus lakukannya. Pasar adalah tempat umum, tempat berjual beli, tempat yang dikunjungi banyak orang yang datang dan kembali dari berbagai penjuru. Disana Saridin berbagi berita-berita kotor tentang Pesantren Sunan Kudus dengan harapan masyarakat mengerti duduk permasalahan yang sebenarnya perseteruan antara Jipang melawan Pajang, supaya masyarakat bersikap bersih (netral) tidak terperangkap dan ikut-ikutan dukung mendukung kepada para Pangeran yang haus akan kekuasaan. Toch bagi masyarakat tidak ada untungnya.
3. LEGEN
Ketika Saridin meneruskan perjalanannya ke Kampung Buyaran Demak. Dan karena kecapekan dan rasa haus karena udara sangat panas maka Saridin putuskan untuk duduk istirahat di pinggir jalan. Selang beberapa lama ia bertemu dengan orang yang bernama Proyoguno tukang deres legen, yang sedang memikul bumbung bambu berisi legen. Kemudian Saridin meminta minuman legen tersebut, dan Proyoguno memberikannya. Tetapi karena sangat haus Saridin meminta tambah lagi dan berkata kepada Proyoguno agar pemberian tersebut diberikan secara iklas, dan Proyoguno mengangguk. Kemudian legen dalam bumbung bambu diberikan semua kepada Saridin dan meminumnya hingga habis,
Prayoguno melongo sepertinya ia merasa sedikit menyesal, dan kemudian ia cepat-cepat pulang kerumahnya dan kejadian tersebut diberitahukan kepada istrinya. Mendengar laporan suaminya malahan menjadikan cek-cok antar keduanya karena legennya telah habis.
Tetapi sebagaimana biasa oleh anaknya Proyoguno apabila ayahnya kembali dari tugas mengambil legen maka ia yang menyambut untuk memasaknya, maka bambu-bambu legen yang kosong tadi diambil oleh anaknya, Tetapi apa yang terjadi? maka yang tadinya bambu-bambu itu kosong, telah terisi penuh legen sebagaimana biasa lagi. "Wah, tumben hasil deres legen bapak hari ini dapat banyak, tiap bumbung bisa penuh semua.” Celetuk anaknya. "Apa bumbung legen penuh semua, mana mungkin? Tadi bapakmu pulang hanya bawa bumbung-bumbung kosong, kok kamu katakan bumbungnya penuh dengan legen?” Hal ini belum diketahui oleh ayahnya, maka selanjutnya Proyoguno diberitahu oleh istrinya bahwa legennya telah kembali.
Ajaib, bumbung bambu penuh dengan legen, Proyoguno terbengong-bengong. Setelah menyadari kejadian itu kemudian Proyoguno bergegas pergi menemui Saridin di tempatnya semula dan ternyata Saridin masih berada di sana. Tidak dipikir panjang lagi, maka serentak Proyoguno menyembah kepada Saridin serta menanyakan bahwa, “sebenarnya saudara itu siapa?”. Kemudian dijawab oleh Saridin, bahwa namanya adalah,”saya adalah Syeh Jangkung. Dan saya berasal dari desa Landoh yang sedang menjalankan tapa selama 8 tahun tidak boleh masuk rumah”.
Maka oleh Proyoguno diminta agar mau singgah di rumahnya, tetapi sementara belum bisa karena syarat pertama tadi. Syeh Jangkung minta 2 buah nyiur kepada Proyoguno. Dengan senang hati Proyoguno memberikannya. Dan ia berpesan bila nanti Syeh Jangkung telah selesai menjalankan tapanya, Proyoguno akan datang meninjau ke rumahnya Syeh Jangkung di Landoh Kayen. Syeh Jangkung kemudian berpamitan untuk melanjutkan perjalanannya.
Komentar:
Kisah tersebut diatas adalah pembelajaran kepada masyarakat untuk bersikap tolong menolong, begitulah hendaknya dalam kerukunan hidup di dunia, sentiasa memberi pertolongan kepada yang memerlukan semoga Allah Swt memberi pertolongan kepada orang yang bersifat pemurah agar manusia mendapat kelapangan di dunia dan akhirat. Pertolongan beginilah yang dituntut oleh syariat Islam supaya hidup ummah sentiasa terjamin dan kukuh melalui tolong-menolong serta mengeratkan persaudaraan dan merapatkan silatulrahim yang disertai ganjaran pahala dari Allah yang tidak terhingga.
Coba perhatikan, si tukang deres legen dengan iklasnya memberi pertolongan kepada Saridin yang kecapekan dan kehausan, meskipun ia sedikit was-was akan nasibnya setelah legennya habis diminum semua oleh Saridin. Namun ia percaya kepada Allah Swt bahwa rezeki datangnya dari-Nya, dan ia percaya bila Allah Swt masih memberinya hidup pasti rezeki diberikan dari-Nya. Dan benar keajaiban muncul karena Allah Swt berkehendak, setibanya ia dirumah bumbung-bumbung bambu kembali penuh dengan legen. itulah jaminan dari Allah, dan antara si tukang deres legen terjalin silahturahmi dengan Syeh Jangkung. Keduanya berjanji akan saling kunjung mengunjungi.
Kehidupan manusia di seluruh pelosok alam ini tidak dapat lari dari suasana dan keadaan yang berbeda-beda, ada yang kaya, miskin, kuat dan lemah tubuh badan, ada yang sehat dan ada yang sakit, ada pula yang tua dan ada pula yang masih muda, ada yang alim dan ada yang jahil. Golongan-golongan ini sentiasa berhajat dan saling memerlukan antara satu sama lain. Sebab itulah agama Islam amat menggalakkan setiap orang Islam baik lelaki ataupun perempuan supaya memberi pertolongan sebab perbuatan itu merupakan suatu kemuliaan yang amat penting dalam kehidupan sehari-hariannya, dan juga setiap pekejaan. jadikanlah pertolongan itu sebagai satu sifat kebiasaan dalam pergaulan. Oleh itu, berilah pertolongan-pertolongan yang diharuskan pada syarak.
Sesungguhnya Islam amat menggalakkan umatnya supaya memperbanyakkan pertolongan terhadap amalan-amalan kebaikan yang memberi manfaat kedua-dua belah pihak semasa hidup di dunia dan juga di akhirat nanti, seperti firman Allah Swt sbb,
‘Tolong-menolonglah kamu dalam perkara kebaikan dan ketaqwaan, dan jangan sekali-kali kamu memberi pertolongan di atas perkara kejahatan dosa yang membawa kepada perseteruan, dan takut olehmu akan Allah. Sesungguhnya Allah akan mengenakan siksaan yang amat dasyat’.
(Surah Al-Maidah: 2)
4. PAGEBLUG
Perpisahan antara Syeh Jangkung dengan Proyoguno maka Syeh Jangkung meneruskan perjalanannya ke laut sengaja untuk melanjutkan pertapaannya dengan cara menumpang dua buah nyiur pemberiannya Proyoguno tadi dan akhirnya sampailah Syeh Jangkung di pesisir Jepara dan ia mendarat. Di situ ia menemui lagi bangkai seekor kerbau, maka Syeh Jangkung lalu memasuki dalam tubuh kerbau tersebut, hingga selama 1 tahun. Setelah 1 tahun kemudian Syeh Jangkung tetapi keberadaan Syeh Jangkung diketahui oleh anak-anak gembala didaerah itu. Dan anak gembala itu mengganggu Syeh Jangkung, maka Syeh Jangkung lalu keluar terus terjun kembali ke laut lagi melanjutkan pengembaraannya di tengah-tengah lautan, dan akhirnya sampailah di pesisir Pulau Bali kemudian ia mendarat.
Syahdan di kerajaan Bali pada waktu itu sedang mengalami kesusahan rakyatnya telah terserang penyakit, banyak yang korban berjatuhan karena belum ada solusi mengatasi serangan penyakit tersebut. Oleh Dewa memberikan wejangan kepada raja, kalau raja ingin negaranya tentram, supaya raja minta pertolongan kepada pertapa yang sekarang ada di pesisir pulau Bali.
Maka raja segera memerintahkan kepada patihnya untuk mencari dan menemui orang yang dimaksud keberadaannya sedang ada di pesisir. Patih akhirnya berhasil menemui Syeh Jangkung, kemudian disampaikan kehendak Rajanya, dan syeh jangkung menyanggupi akan memberi pertolongan.
Raja telah disediakan air di bokor atas permintaan Syeh Jangkung. Kemudian air tersebut oleh Syeh Jangkung disiramkan di Paseban Kraton Bali. Tidak lama kemudian dalam waktu singkat kraton kerajaan Bali aman dan tidak ada penyakit lagi. Raja gembira sekali dan merasa sangat puas, Raja ingin membalas budi kepada Syeh Jangkung dan menghibahkan isterinya kepada Syeh jangkung, dan oleh Syeh Jangkung pemberian raja tadi juga diterima dengan baik.
Syeh Jangkung berdiam agak lama didalam kerajaan Bali, yang akhirnya isteri Syeh Jangkung hamil. Akan tetapi Syeh Jangkung harus meneruskan tapanya, terpaksa untuk sementara waktu meninggalkan isterinya yang sedang hamil, dengan sepucuk surat ia berpesan kepada istrinya bahwa ia akan pergi, dan bila anaknya lahir laki-laki supaya dinamakan “Raden Timur” dan pesan surat tadi diletakkan di bawah bantal. Kemudian pergilah Syeh Jangkung pada waktu malam dan tidak ada seorangpun yang tahu perginya. Selanjutnya Syeh Jangkung dengan 2 buah nyiur yang selalu dibawanya terjun ke dalam lautan kembali, yang akhirnya sampailah di pantai Palembang.
Ketika mendarat di Negeri Palembang, negeri ini juga sedang mengalami musibah kena penyakit yang rakyatnya banyak korban juga. Maka sang raja mendapat wangsit (wirasat) dari Dewa, Jika ingin sembuh supaya minta pertolongan kepada pertapa yang berada di tengah-tengah lautan Bali yang sedang naik 2 buah nyiur.
Selanjutnya sang raja suruhan kepada hulubalangnya untuk mencari Syeh Jangkung. Dan Syeh Jangkung menerimanya maka berangkatlah ia menghadap ke istana Negara Palembang. Kemudian Syeh Jangkung memberi pertolongan dengan syaratnya Kembang Setaman dan selanjutnya supaya disiramkan di semua perempatan jalan. Setelah syarat-syarat tadi dilaksanakan maka seketika itu juga keadaan berubah, bahaya penyakit sirna. Dan kerajaan Palembang menjadi baik seperti sediakala.
Maka oleh sang raja Palembang, Syeh Jangkung diberinya hadiah sebagai balas budinya Raja memberikan seorang anaknya untuk dinikahinya. Dan Syeh Jangkung menerima pemberian hadiah raja, Selama 1 tahun Syeh Jangkung menetap di Palembang. Tetapi tugas pertapaannya belum selesai maka ia putuskan segera pergi meninggalkan Palembang. Kemudian ia terjun kembali ke lautan dengan mengendarai 2 buah nyiurnya, yang selalu dibawanya. Isterinya yang sedang hamil terpaksa ia ditinggalkan.
Dan akhirnya Syeh Jangkung sampailah di pesisir Cirebon. Syahdan Negeri Cirebon pun sedang mengalami terserang penyakit pagebluk besar yang rakyatnya banyak menjadi korban. Dan sang raja juga telah dapat ilham Tuhan, bahwa jikalau kerajaan Cirebon dapat aman dan kembali seperti sediakala, bila mendapatkan pertolongan dari Sang Pertama yang sekarang ada di pesisir Cirebon.
Selanjutnya raja memerintahkan Patihnya untuk menemui orang pertapa tersebut, dan terjadilah pertemuan Patih dengan Syeh Jangkung, yang selanjutnya oleh Patih menyampaikan pesan kepada Syeh Jangkung. Selanjutnya Syeh Jangkung terus pergi untuk memberikan pertolongan. Dan pertolongan diberikan dengan cara yang sudah-sudah akan tetapi bunga setaman dan air disiramkan di alun-alun Cirebon. Selanjutnya kerajaan Cirebon berubah aman kembali seperti sedia kala.
Dan oleh sang raja memberi hadiah sebagai balas budinya, maka Syeh Jangkung diberi anak raja untuk dijadikan isterinya. Kemudian pemberian itu diterima dengan baik. Syeh Jangkung berdiam dengan isterinya di kerajaan Cirebon selama 2 tahun sehingga istrinya mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Mukmin. Tidak antara lama maka isteri Syeh Jangkung meninggal dunia, selanjutnya Syeh Jangkung menghadap kepada raja dengan membawa anaknya dan menyampaikan maksudnya kepada sang raja bahwa ia akan melanjutkan pertapaannya di Rowo Lo Agung yang menjadi lingkungan kerajaan Mataram, sedangkan anaknya ditinggalkan kepada sang raja.
Komentar:
Makna sanepo dari kisah tersebut intinya adalah Kembang Setaman. Yaitu yang terangkai dalam tradisi Meruwat agar terbebas dari kala-sengkala yang sulit diatasi (diluar kemampuan manusia). Tradisi ruwatan untuk menyelamatkan orang dari gangguan atau kelainan, harus dilaksanakan dengan upacara yang lengkap, dengan selamatan dan sesajian yang lengkap, upacara tersebut biasanya terangkai dalam pertunjukan wayang purwa dengan lakon “murwakala”. Kata Murwakala atau purwakala berasal dari kata purwa (asal muasal manusia), dan pada lakon ini, yang menjadi titik pandangnya adalah kesadaran atas ketidak sempurnaan diri manusia, yang selalu terlibat dalam kesalahan serta bisa berdampak timbulnya bencana (salah kedaden).
Kembang setaman yang dipilih untuk ruwatan adalah mawar (merah, putih), bunga melati, bunga kenanga, bunga kanthil. Bunga mawar bermakna agar tawar dari hawa nafsu. Bunga Kenanga berarti kenangan ing angga yang artinya agar kita semua selalu ingat kepada para leluhur. Bunga malati berarti melat-melat ing ati yang artinya agar semua selalu mau ingat serta waspada. Sedangkan bunga Kanthil berarti selalu kumanthil yang berarti agar selalu mengikuti perintah Tuhan YME.
Tidak semua dalang mampu menjadi pemimpin (dalang) ruwat. Beberapa syaratnya tidak hanya memiliki pengetahuan dan berpengalaman dalam bidang sastra dan budaya, tetapi juga sang dalang mempunyai jiwa yang bersih, mampu memberikan teladan kepada masyarakat, menunjukan cinta kasih terhadap sesama dan mampu berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Bijaksana.Yang terpenting, seorang dalang harus mampu meruat dirinya sendiri. Artinya mampu mengendalikan nafsu yang tidak baik.
Kembang setaman, menyiram orang yang memiliki hajat agar dengan siraman tersebut menjadikan banyak rejeki serta ketentraman. tradisi ini sebenarnya memiliki banyak makna. Mulai dari agar kita selalu ingat kepada Tuhan YME, bersyukur atas apa yang diberikanNya, sampai mempererat hubungan antar masyarakat, untuk menghilangkan tolak bala serta makna-makna yang lainnya. Dan apa yang dilakukan Syeh Jangkung dengan doa-doanya ternyata dikabulkan oleh Allah Swt. baik itu negeri Bali yang penduduknya banyak beragama Hindu, di Palembang yang penduduknya banyak beragama Budha dan di Cirebon yang penduduknya banyak beragama Islam. Sehingga ketiganya menjadi pulih aman kembali seperti sedia kala.
Tidak hanya sekedar menyiramkan Kembang Setaman diperempatan jalan, tetapi simbol-simbol Kembang Setaman itulah yang harus diperhatikan, didalamnya ada makna-makna yang memberikan pelajaran bagi manusia hidup yang harus dilaksanakan. Tanpa tindakan untuk merealisasikan arti Kembang Setaman maka hal itu tak akan berguna, ya mirip anak-anak kecil yang sedang senang bermain-main air saja.
Sanepo tentang 2 buah nyiur artinya sederhana, buah nyiur yang kering bisa dimanfaatkan sebagai pelampung ketika Syeh Jangkung berenang mengarungi lautan. Disini sebagai gambaran akan semangat dan tekat Syeh Jangkung didalam menjalankan misinya meskipun berbekal peralatan yang sangat sederhana. Namun karena Niat dan tekat yang bulat ia dilaksanakannya visi dan misi yang diembannya sebagai mubaliq dengan iklas demi suksesnya penyebaran agama Islam yang diembannya.
Dan yang aneh mengapa Syeh Jangkung tidak diterima baik oleh sang penggembala di Jepara?? bahkan ia disia-sia yang akhirnya ia pergi kembali terjun ke laut?? Sebab Jepara pada saat itu telah dikuasai oleh bangsa Portugis, kerbau-kerbau disana benar-benar mati karena ditindas oleh penggembala-penggembalanya, sedangkan Ratu Kalinyamat sendiri tidak berdaya sebab menjadi tawanan Portugis. Maka wajar daerah-daerah yang dikunjungi Syeh Jangkung adalah Bali, Palembang dan Cirebon yang bebas dari pengaruh Portugis maupun Mataram.
5. SERATUS EMPAT BELAS
Oleh raja Cirebon, Syeh Jangkung diizinkan dan untuk melanjutkan pertapaannya. Dan selanjutnya Syeh Jangkung berangkat ke Rowo Lo Agung dan dengan membawa 2 buah kelapa muda (degan). Di dalam Rowo tersebut Syeh Jangkung mengeluarkan kesaktiannya ialah bisa membuat binatang-binatang yang berada di dalam Rowo bisa bersuara lagaknya harimau, ular, dan lain-lain sebagainya, sehingga ramai dan gemuruh suaranya. Kegemuruhan ini dapat didengar dan menggentarkan nyali penduduk setempat, Dan kejadian ini oleh penduduk kemudian dilaporkan kepada kepala desa dan kepala desa melaporkan keatas sampai kepada Sultan Mataram, dikatakan bahwa di tengah Rowo terdapat seseorang yang sedang bertapa membuat goro-goro.
Selanjutnya Sultan menyuruh punggawa menemui Syeh Jangkung memanggilnya untuk datang menghadap kepada Raja. Tetapi panggilan ini akan ia penuhi Syeh Jangkung, tetapi dengan suatu syarat yaitu asalkan Sultan mau menyediakan “selamatan nasi tumpeng” dengan panggang ayam yang banyak yang digelar dari keraton sampai di Rowo Lo Agung dengan jarak satu jengkal. Selanjutnya oleh Sultan Mataram hal tersebut disanggupinya.
Akhirnya Syeh Jangkung menghadap Sultan, maka Sultan menanyakan: “Apa maksudnya Syeh Jangkung mengadakan pertapaan di situ?” Dengan kalemnya Syeh Jangkung lalu dijawab : “karena tanah tersebut bukan miliknya Sultan, tetapi miliknya Tuhan.”
Hal ini lalu menimbulkan amarah oleh Sultan Mataram, dan menyuruh kepada prajurit-prajuritnya untuk menangkapnya dan memasukkannya ke dalam tong, yang tong tadi supaya digelundungkan. Akan tetapi peristiwa itu diketahui oleh para prajurit bahwa tong yang digelundungkan oleh prajurit-prajurit itu, terlihat disampingnya Syeh Jangkung ikut serta menggelundungkannya. Artinya apa? Jelas bahwa Syeh Jangkung tidak berada di dalam tong, melainkan di luar tong tersebut. Hal ini kemudian dilaporkan kepada Sultan.
Sultan memerintahkan hukuman itu diganti, agar Syeh Jangkung dibakar. Hal inipun terjadi bahwa Syeh Jangkung terbakar, bahkan ia ikut membakar/membuat api yang digunakan membakar dari kayu-kayu. Anehnya setelah api-api tadi habis ternyata Syeh Jangkung masih tetap hidup di tengah-tengah abu api, dan tidak terluka sedikitpun.
Kemarahan Sultan mereda tetapi Sultan masih ingin mencoba lagi kesaktian Syeh Jangkung. Seh Jangkung akan dibebaskan dengan suatu syarat yaitu diperintahkannya Seh Jangkung dalam waktu semalam itu supaya mendatangi semua selirnya Sultan yang sebanyak 114 orang dan harus didatangi saty persatu serta tiap-tiap selir harus didatangi dan dijagongi di rumahnya. Oleh Syeh Jangkung menyanggupi perintah ini dan mulailah ia kerjakan.
Keesokan harinya sultan mengadakan pertanyaan kepada selir-selirnya yang sebanyak 114 itu, “Apakah betul dan siapakah yang mendatangi selir-selirnya itu”, maka dijawab bersama oleh selir-selirnya itu bahwa yang mendatangi tadi malam adalah Syeh Jangkung dan mereka diajak jagongan semalam. Hal ini bukannya Sultan menerima kenyataan yang terjadi tetapi malah menambah mendongkol, tetapi Sultan terlanjur kalah janji. Maka kemudian Syeh Jangkung diajak duduk bersama dan dirayakan dengan pesta pora. Sultan memandang perlu bahwa Syeh Jangkung pantas diambil saudara dan selanjutnya Syeh Jangkung dinikahkan dengan Retno Jinoli. Adapun pesta perkawinannya diadakan selama 3 bulan.
Dan selanjutnya setelah selesai pesta-pesta tersebut maka oleh Sultan Agung Mataram akan menyerahkan sebagian negaranya kepada Syeh Jangkung. Akan tetapi pemberian itu semuanya ditolak oleh Syeh Jangkung, dan sebagai jawabnya oleh Sultan Agung Mataram bahwa semua keturunannya di pedukuhan Landoh dapat memakai titel Raden. Hal inipun tolak secara halus dijawab bahwa ia akan menjadi petani biasa saja.
Komentar:
Setelah Malaka jatuh diserang VOC Belanda th 1641 M maka dengan terpaksa Portugis hengkang dari Malaka. Terputuslah sudah semua hubungan Mataram dengan Malaka.
Sasaran Mataram setelah Surabaya jatuh adalah menundukkan Banten. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu direbut terlebih dahulu. Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal menjadi duta ke Batavia menyampaikan tawaran damai dengan syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut ditolak VOC sehingga perang menjadi pilihan selanjutnya. Maka, pada bulan Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahurekso bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani). Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak tegas. Pada bulan Desember 1628 ia mengirim algojo untuk menghukum mati Bahurekso dan Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala. Sultan Agung kembali menyerang Batavia. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada Mei 1629, dan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi. Lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon disediakan sebagai persediaan pangan pasukan Mataram. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya. Maka, serangan kedua Sultan Agung pun mengalami kegagalan lagi. Meskipun demikian, pihak Mataram sempat membendung dan mengotori Sungai Ciliwung mengakibatkan timbul wabah kolera melanda Batavia. Gubernur Jenderal VOC yaitu J.P. Coen tewas oleh penyakit ini.
Sultan Agung setengah putus asa menghadapi masalah ini. Perekonomian Mataram jadi terpuruk. meskipun Sultan mencoba potong kompas dengan melakukan hubungan dagang langsung ke Arab. Melalui pedagang-pedagang dari Gujarat India sebagai perantara. Namun usahanya tidak membuahkan hasil. Sultan Agung sepertinya kalap.
Tanah Rowo Lo Agung ditempati Syeh Jangkung yang menyatakan bahwa “karena tanah tersebut bukan miliknya Sultan, tetapi miliknya Tuhan.” Sultan Agung marah atas perkataan Syeh Jangkung. Sifat lalimnya masih melekat, srakah. Sultan lupa bahwa tidakannya sendiri telah melanggar angger-angger. Dia telah menguasai Kadipaten Pati yang bukan haknya itu adalah salah, Sebab Kadipaten Pati adalah tanah perdikan yang berdaulat dan legitimitasinya diakui moyangnya termasuk Ki Ageng Pemanahan. Itulah sanepo tong kosong yang menggelundung berisik suaranya dan membuat pekak telinga. Sultan Agung dipenuhi dengan kemarahan dan hatinya terbakar karena nafsu kesarakahannya.
Dari kisah tersebut diatas ada disebut Selametan Nasi Tumpeng yang dipersyaratkan Syeh Jangkung, saneponya adalah kritikan kepada Sultan Agung yang telah melupakan Tuhannya, bahkan ia bertindak lalim kepada rakyatnya, sewenang-wenang terhadap terhadap rakyat kecil. Maka dengan diadakan sajian Nasi Tumpeng tujuannya adalah agar Sultan Agung sadar dan mau meninggalkan ajaran Dewa Raja dan kembali beribadah kepada Allah Swt.
Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam tradisional Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri Slametan pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran. Menurut tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa : yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya "Buceng", dibuat dari ketan; akronim dari: yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguh-sungguh) Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 bahasa Jawa pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan). Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah Al Isra' ayat 80:
"Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan".
Menurut beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad Saw waktu akan hijrah keluar dari kota Mekah menuju kota Madinah. Maka bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya adalah memohon pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar kita dapat memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan. Dan itu semua akan kita dapatkan bila kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh.
Apa makna dari sanepo persyaratan yang diberikan Sultan kepada Syeh Jangkung? yaitu dalam tempo semalam Syeh Jangkung supaya mendatangi semua selirnya Sultan yang sebanyak 114 orang dan harus didatangi satu-persatu serta tiap-tiap selir harus didatangi dan dijagongi di gandoknya Oleh Syeh Jangkung.
Disanggupi persyaratan itu, kemudian Syeh Jangkung bersuci, setelah itu duduk bersila dan dibukanya Al Quran, dibacanya, diselesaikan surah demi surah yang berjumlah sebanyak 114 surah yang ada didalam Al Quran. Dibacanya dengan suara nyaring dan merdu Syeh Jangkung membaca dengan benar tulisan ayat-ayat Al Quran sehingga menggetarkan jiwa kolbu para penghuni-penghuni kaputren yang mendengarnya termasuk para selir-selir Sultan Agung yang berjumlah 114 orang yang tinggal didalam gandok-gandok. Bahkan Sultan Agung sendiri terjaga dari peraduannya kemudian bangun ketika mendengar Syeh Jangkung sedang mengaji. Dan Sultan menangis, rupanya Sultan Agung kembali mendapatkan hidayah.
Sepertinya Sultan Agung ada penyesalan telah menghukum mati Tumenggung Bahu Reksa dan Pangeran Mandurorejo di Majalengka dan juga ada penyesalan telah membunuh Pragola ll yang ternyata tak bersalah, padahal Pragola ll padahal masih saudara sepupunya sendiri, mereka adalah sosok pemimpin pesisir yang tangguh dan paham akan situasi dan kondisi pelayaran dilaut, terutama di laut Jawa. Akibatnya ketika penyerangan ke Batavia pada tahun 1628 M dan 1629 M Mataram tanpa dukungan Kadipaten Pati dan berakhir dengan kegagalan, itulah takdir.
Dan pada tahun 1641 M Sultan Agung mengirim utusan ke Mekah dan merubah gelarnya menjadi Sultan Abdul Muhammad Maulana Matarami. Dan sejak itu kemudian Sultan dikenal rakyatnya sebagai sosok umat yang taat beribadat.
6. SAPU JAGAD
Syahdan di lain negeri seberang lautan yang bernama Negeri Ngarum (luar Jawa) dimana Raja Ngerum telah mendengar bahwa di Negara Mataram yang diperintah Sultan Agung itu terlalu sakti dan tidak dapat ditembakan dengan senjata api saja. Sultan terkenal sangat kebal dan tidak mempan bila ditembak dengan senjata apa saja.
Maka selanjutnya raja Ngarum memerintahkan kepada dutanya untuk menyampaikan suratnya kepada Sultan Agung Mataram yang maksudnya supaya Sultan Agung mau memberikan bukti-bukti kesaktiannya kepada Raja Ngerum. Jika Sultan Agung tidak mau maka Raja Ngarum akan menghancurkan negara Mataram. Setelah Sultan Mataram membaca surat yang dimaksud oleh Raja Ngerum, maka segera dirundingkan dengan kakak iparnya (Syeh Jangkung), maka setelah masak-masak dirundingkan bersama maka memutuskan berangkat ke Ngerum. diajaknya seorang Imam ikut serta untuk menemani mereka.
Pada hari yang telah ditentukan pergilah mereka bertiga ke Negara Ngarum, Setelah sampai di tanah Ngerum maka Syeh Jangkung, Sultan Agung dan Imam singgah dulu ketempat orang pandai besi yang sedang membuat senjata keris dan lain-lainnya, Kedatangan ketiga orang tersebut ditanya oleh si pandai besi : “Kalian datang darimana dan aseli orang mana, punya tujuan apa?” Mereka bertiga menjawab, bahwa mereka orang dari Jawa. Negara Ngerum sedang mencari belalang untuk makanan burung pemeliharaannya menco. Sebab burung menco pemeliharaannya tidak suka makan kecuali belalang yang dari tanah Arab sini.
Dan mereka bertiga diperbolehkan melihat dan mengetahui cara pembuatan keris oleh si pandai besi tersebut, mereka heran akan cara-cara pandai besi membakar dan menempa. Sebaliknya si pandaibesi ganti bertanya kepada mereka bertiga : “Bagaimana cara membuat keris di tanah Jawa ?” Syeh Jangkung menjawab serta memberi contoh bahwa di tanah Jawa cukup dengan hanya dielus-elus/dieluk-eluk dengan tangan sudah jadi dan tidak usah dibakar dan ditempa. Takjub si pandai besi setelah mengetahui akan hal tersebut yang menurutnya sangat aneh. Kejadian ini dilaporkan si pandai besi raja Ngarum.
Raja Ngarum kemudian mengundang mereka bertiga dan raja menanyakan hal ikhwalnya kepada mereka bertiga. Kemudian raja berkata terus terang, bahwa sebenarnya raja punya rencana akan melurug (mendatangi dengan pasukan perangnya) ke Mataram, Mendengar kata-kata raja ini, maka mereka bertiga menjawab bahwa kalau raja mau melurug ke Mataram, Mataram tidak akan takluk meskipun raja akan membawa senjata apa saja. Mendengar perkataan mereka bertiga itu maka raja Ngarum sangat marah.
Tetapi oleh bertiga mengaku (Sultan Agung dengan kawan-kawannya) menerima dengan pikiran tenang. Segera Syeh Jangkung memegang topinya serta miring cara memakainya, maka serentak kerajaan Ngerum menjadi goncang dan miring serta keadaan seisi istana Ngerum menjadi kocar-kacir. Kemudian Syeh Jangkung mengambil topinya dan diputar-putarkan, seketika itu bumi menjadi jungkir balik.
Setelah kejadian itu maka seketika itu raja Ngerum minta ampun kepada mereka bertiga dan selanjutnya Sultan Agung Mataram memberikan ampunan dan menghentikan perbuatannya, Lalu raja Ngerum mengajak Sultan Agung Mataram untuk duduk bersama-sama. Kemudian raja Ngerum menyatakan takluknya kepada Sultan Agung, dan akan menyerahkan kerajaan Ngerum kepada Sultan Agung. Akan tetapi Syeh Jangkung dan Sultan Agung tidak mau menerima, dan berkata bahwa raja Ngerumlah yang tetap menjadi raja. Hanya mempunyai pesan bahwa harus bersujud kepada arwahnya Nabi Rosul. Dan harus berziarah ke makamnya Nabi Rosul. Oleh raja Ngerum disanggupi serta nanti apabila Sultan Agung mau pulang ke Mataram. Ditawarkan kepada Sultan Agung agar membawa apa yang disukai, tetapi dijawab oleh Sultan Agung tidak akan membawa apa-apa. Hanya akan minta meriam sebuah akan dibawa. Setelah diizinkan oleh raja Ngerum, maka meriam dibawa oleh Syeh Jangkung dengan dibungkus dengan saputangannya. Melihat ini maka orang Ngerum sangat heran akan kesaktian orang Jawa
Kemudian mereka bertiga berpamitan untuk pulang ke Mataram. Perjalanan dari Ngerum mereka bertiga singgah di tanah Aceh, disana bertemu dengan Malaikat Jibril dan mereka bertiga diberitahu, “jangan dibawa meriam yang nama SAPUJAGAT itu sampai ke Mataram, karena nantinya bilamana telah sampai akhirnya meriam tersebut akan dapat berbunyi sendiri dan tanah Jawa akan menjadi hancur.” Maka oleh Sultan Agung setelah mendengar yang demikian itu maka meriam ditinggalkan di Aceh. Dan kemudian mereka bertiga melanjutkan perjalanannya pulang ke Mataram.
Komentar:
Perjalanan Syeh Jangkung yang cukup unik. Sanepo yang dimaksud Negeri Ngarum adalah bangsa-bangsa Eropa yang datang ingin menjajah Nusantara. Dan Sultan Agung yang sakti tidak gentar akan segala ancaman dari penjajah. Sultan Agunglah sang penentu atas kekayaan bumi Jawa termasuk rempah-rempah yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Eropa. Melalui duta-dutanya bangsa Eropa melakukan pendekatan dan tawar menawar, tentunya dengan sangsi-sangsi serta ancaman yang harus dituruti oleh Sultan Agung.
Sultan Agung bersama Syeh Jangkung dan Imam berangkat ke Nagari Ngarum dengan dalih akan mencari belalang untuk makanan burung menco? Belalang adalah hama perusak tanaman padi dll, yang musti diberantas. Burung menco adalah predatornya yang pinter menirukan suara-suara orang. pertemuannya dengan Pandai besi Ngarum adalah simbol kekuatan peralatan senjata yang dimiliki Negara Ngarum yang lebih unggul pembuatannya.
Namun Sultan memiliki Keris berlekuk tiga atau disebut keris Jangkung memiliki makna bahwa manusia diharapkan Jinangkung Jinampangan dari Tuhan YMK. Dengan demikian, keris berlekuk tiga ini menggambarkan harapan agar keinginan manusia bisa tercapai. Orang Jawa menamakannya Jangkung, keinginannya agar senantiasa dijangkung, dipenuhi Yang Maha Kuasa. Tetapi manusia juga harus memberikan perlindungan. Konon, pada awal pemerintahannya, Sultan Agung beberapa kali memesan keris dapur Jangkung, dengan harapan dan keinginan untuk menunjukkan tekadnya dalam memberikan pengayoman dan perlindungan kepada warga masyarakat Mataram masa itu bisa tercapai.
Dan benar burung menco sebagai gambaran sipande besi itu melapor kepada tuannya yaitu Raja Ngarum atas kedatangan tiga orang asing dinegerinya. Maka Sultan Agung dan Syeh Jangkung dan Imam dipanggilnya. Terjadilah tawar menawar kepentingan Ngarum dan Mataram.
Ngluruk?? Negara Ngarum mengancam akan mendatangkan tetaranya untuk menyerang Mataram bila keinginannya tidak diindahkan.
Topi? orang-orang dipulau Jawa dan juga di Bali mestinya sebutannya bukan topi tetapi memakai udheng atau iket kepala dan diatasnya lagi adalah caping. meskipun fungsinya sama dengan topi sebagai pelindung kepala dari panas matahari, kotoran debu, hujan, benturan keras dll. tetapi Udheng (iket) dan Caping punya makna lebih dari itu, Tidak hanya berfungsi sebagai penutup kepala secara fisik, namun arti lain adalah untuk menutup dan melindungi kepala (mustika didalam mastaka) secara batiniah. Udheng atau iket kepala, yaitu selembar kain bermotif batik atau polos, bentuknya segi empat.
Legenda tentang Aji Soko. Dalam cerita, bahwa keberadaan iket kepala pun telah disebut, yaitu saat Aji Soko berhasil mengalahkan Dewata Cengkar, seorang raksasa penguasa tanah Jawa, hanya dengan menggelar sejenis sorban (Udheng atau iket) yang dapat menutup seluruh tanah Jawa. Udheng dari kata kerja Mudheng atau mengerti dengan jelas, faham. Maksudnya agar manusia mempunyai pemikiran yang kukuh, mengerti dan memahami tujuan hidup dan kehidupan atau sangkan paraning dumadi. Selain itu udheng juga mempunyai arti bahwa manusia seharusnya mempunyai ketrampilan dapat menjalankan pekerjaannya dengan dasar pengetahuan yang mantap atau mudheng. Dengan kata lain hendaklah manusia mempunyai ketrampilan yang profesional. Udheng atau Iket kepala melambangkan bagaimana orang-orang dipulau Jawa menjaga nilai-nilai dan makna yang dimilikinya. Bentuk kain ikat kepala yang semula berbentuk segi empat, mewakili makna konsep Papat yaitu Kemuliaan seseorang tergantung 4 hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya, dengan makna sbb:
1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat/masyarakat.
2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
4. Mulut digunakan untuk berkata adil.
Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya. Artinya orang menjadi besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.
Kemudian kain segi empat tersebut dilipat tengah dibuat menjadi segitiga dengan tiga sudut yang melambangkan konsep Telu, yaitu perpegang kepada Adat Istiadat, Agama, Kepemerintahan. Kemudian diikatkan dengan berbagai jenis dan cara ikatan berbeda yang memiliki fungsi dan makna berbeda pula, menjadikan iket sebagai sebuah bentuk yang melambangkan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dan dimaknai.
Iket memberikan makna simbolis bagaimana orang-orang dipulau Jawa menjaga kekuatan pikiran dan kemampuan nalar sebagai manusia yang dijaga atau dibatasi oleh adat dan budaya yang diwakili dan dilambangkan oleh ikat kepala. Kemudian kemampuan apa yang tak dibatasi dalam diri orang-orang dipulau Jawa, yaitu kemampuan hati atau rasa di dalam dada, rumasa, ngarasa, boga rarasaan, tiga ilmu rasa yang mewakili semuanya. Jadi dengan memakai iket secara simbolis menjaga pikiran dan mengedepankan empati dan nilai-nilai kecerdasan emosional. Jadi, iket merupakan sebuah kearifan lokal yang begitu tinggi makna dan nilai yang dikandungnya. Kita tidak lagi berbicara dan mengangkat kearifan lokal sementara iket yang dipakainya tidak selaras dengan apa yang dibicarakan. Memakai iket dan tahu makna serta nilai yang dikandungnya, merupakan kearifan lokal yang sangat dekat dengan tubuh ini, sehingga kita tidak asal-asal memakai iket kepala.
Caping? Bentuknya mirip gunung, filosofinya sbb. Dari gunung kelihatan pemandangan yang luas di bawah. Semakin ke atas semakin luas batas cakrawala yang nampak. Semakin ke atas kesadaran seseorang, dia akan melihat secara general, umum dan tidak lagi terfokus pada detail yang rinci. Semakin tinggi kesadaran seseorang, pandangannya menjadi semakin holistik. Seseorang yang pandangannya terfokus ke atas, ke puncak, hanya melihat fokus tujuannya saja. Itulah sebabnya seseorang yang terfokus pada pencapaian kesadaran tinggi, sering tidak peduli dengan kondisi masyarakat sekitar, sering alpa dalam memahami kondisi negerinya.
Para leluhur kita menyebut seseorang yang dapat menjelaskan segala sesuatu secara alami, secara natural sebagai Resi. Seseorang yang telah mencapai puncak kesadaran, selanjutnya dari puncak akan melihat ketidak benaran, ketidak adilan di bawah dengan jelas, sehingga dia akan memperhatikan kondisi masyarakat sekitar. Seorang Master, seorang Bhagawan, begitu para leluhur menyebutnya, akan peduli dengan nasib tetangga. Seseorang belum menjadi orang yang baik bila ada tetangganya yang tidak dapat tidur dengan perut keroncongan. Leluhur kita menyebut contoh Resi Drona yang pemahamannya tentang alam luar biasa, tetapi membela kaum Kurawa yang jahat yang telah memberi kehidupan dan kehormatan bagi dirinya. Lain halnya dengan Bhagawan Abiyasa, leluhur Pandawa, seorang pertapa sederhana tempat Arjuna menanyakan segala sesuatu.
Dalam kehidupan sehari-hari bentuk gunung diwujudkan para leluhur kita dalam berbagai peralatan. Diantaranya adalah caping, topi bambu berbentuk kerucut, sehingga air hujan tidak mengganggu kepala, akan tetapi mata tetap dapat memandang dengan leluasa. Selanjutnya, atap rumah joglo, yang menunjukkan bahwa pusat bangunan dengan lantai tertinggi terlelak di pusat, dibawah puncak atap dan merupakan tempat berdoa yang paling efektif. Nasi tumpeng juga berbentuk kerucut, dan puncaknya dipersembahkan kepada pimpinan tertinggi dalam acara ritual. Payung kraton bertingkat tiga juga menggambarkan tingkatan dari kamadhatu, rupadhatu dan arupadhatu.Gunungan berbentuk simetris di sebelah kiri dan kanan. Semakin ke bawah jarak antara kiri dan kanan melebar. Semakin ke atas sifat dualistis tersebut semakin kecil dan pada akhir, ujungnya terlampauilah sifat dualistis.
Terus apa hubungannya dengan topi miringnya Syeh Jangkung? Terus topinya diputar-putar sehingga Negara Ngarum menjadi gonjang ganjing? Syeh Jangkung memberikan isyarat dan peringatan tidak hanya kepada raja Ngarum dan Sultan Agung saja tetapi buat semua bahwa manusia sesungguhnya telah paham bahwa Tanah, Air, Udara, Tumbuhan dan Hewan Serta segala yang ada di alam raya ini merupakan Makhluk Tuhan. Tetapi karena adanya pergeseran fungsi Manusia dari Pengayom menjadi Penguasa, menyebabkan segala yang ada di alam ini hanya digunakan sebagai pemuas kebutuhan nafsu manusia belaka tanpa mempertimbangkan keseimbangan dan keberlangsungan hidup makhluk yang lain. Maka tak ayal lagi, yang terjadi adalah ketimpangan kehidupan alam semesta dimana manusia telah mendominasi atas alam semesta. Dan karena tidak mampu menjaga keseimbangan hidup alam semesta, maka yang terjadi adalah munculnya berbagai bencana, dari mulai banjir, tanah longsor, gempa, lumpur panas yang meluap, sampai pada kerusuhan sosial dan politik hingga peperangan.
Syeh Jangkung mengajak bersama-sama terus mengabarkan dan berjuang untuk kebaikan, demi terjaganya keseimbangan alam. Ini merupakan fungsi manusia sebagai Pengayom dan Penjaga bagi kehidupan di dunia, bukan merasa sebagai Pemilik. Karena sesungguhnya semua yang ada di Alam Raya ini adalah milik dan menjadi Kekuasaan Tuhan YMK.
Sepertinya peringatan yang disampaikan Syeh Jangkung kepada Raja Ngarum da Sultan Agung sepertinya bisa dimengerti. boleh mereka melakukan kerjasama tetapi dengan cara yang baik yang saling menguntungkan tanpa merusak keseimbangan (topi miring) yang ada dialam semesta akan bermanfaat bagi kesejahteraan dan kedamaian bagi umat manusia didunia. sepertinya raja Ngarum dan Sultan Agung memahami dan bersedia melakukan kerjasama secara adil dan bijaksana.
Bersujud kepada arwah Nabi Rosul ? Yang dimaksud adalah supaya mengikuti sunah Rosul dan selalu ingat kepada Tuhan YME, bersyukur atas apa yang diberikanNya, sampai mempererat hubungan antar masyarakat, untuk menghilangkan tolak bala serta makna-makna yang lainnya.
Tetapi benarkah kesepakatan keduanya membuat bumi Jawa menjadi aman dan damai?? Hadirnya meriam Sapu Jagat. Didalam sejarah tersebut diceriterakan, pertemuan Sultan Agung dengan Bangsa-barat, bersepakat pengiriman meriam-meriam Sapu Jagat dari Eropa ke Mataram. padahal telah diperingatkan Syeh Jangkung yang mendapat wangsit melalui Jibril dan telah memperingatkan Sultan Agung agar menolak bantuan Ngerum berupa meriam Sapu Jagat kepada Mataram, sebab bisa diramalkan bilamana setelah sampai di Mataram meriam-meriam tersebut akan berbunyi sendiri-sendiri (sanepo, bakal terjadinya perpecahan kerajaan Mataram). Namun peringatan tersebut diabaikan anak cucu Mataram.
Dan ramalan tersebut benar-benar terjadi, ketika VOC masuk ke Nusantara pada tahun 1602 M dan berhasil mendirikan benteng di Batavia tahun 1619 M. kemudian Malaka jatuh diserang VOC Belanda th 1641 M maka dengan terpaksa Portugis hengkang dari Malaka. Dalam rangkaian peperangan yang kemudian timbul antara Mataram dan VOC di Batavia, Mataramlah terbukti tidak dapat melawan teknologi persenjataan Belanda yang lebih unggul.Peta Kota Semarang
tahun 1719
Sedangkan secara politis Mataram dirongrong oleh campur tangan VOC Belanda dalam suatu rangkaian peristiwa perselisihan intern dikerajaan Mataram tentang penggantian raja. Mataram kisruh terjadi perebutan kekuasaan antara para Pangeran yang ingin menjadi raja. Maka terjadilah “Perjanjian Giyanti” tahun 1755 M, keputusannya Mataram dipecah menjadi 2 kerajaan kecil kecil, yaitu wilayah Surakarta untuk Pakubuwono III, dan Yogyakarta untuk Mangkubumi, sebagai kerajaan boneka yang harus tunduk kepada suatu perusahaan dagang Belanda yang bernama VOC !
Lepasnya Periangan, Cirebon, Madura, Kerawang dan Semarang dikuasai VOC merupakan imbalan jasa sebagai pemrakasa Perjanjian Giyanti tahun 1755 M. Salatiga. sebagai jalan keluar mengatasi perebutan tahta. Tidak selesai disitu, di tahun 1757 M ,Surakarta dibagi 2 lagi yaitu Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran. Menyusul di tahun 1813 M, Yogyakarta dibagi menjadi 2 yaitu Pakualaman dan Mangkubumen. Sayang, mereka jual negara demi kekuasaan semu dan rela tunduk sebagai boneka boneka penjajah, sehingga kerajaan terpecah pecah hilang kekuatannya.
7. KERBAU DUNGKUL
Setelah beberapa lama tinggal di Mataram, maka Syeh Jangkung berpamitan sengaja akan boyong ke Desa Landoh Kabupaten Pati, hal ini oleh Sultan Agung Mataram diizinkan. Dan Syeh Jangkung diberi perbekalan kudi sangat trancang, pacul sura dan lanjam sura serta kakak perempuan Sultan yang menjadi isterinya Syeh Jangkung supaya dibawa pula. Serta diberinya seekor kerbau untuk keperluan pertanian.
Pada hari yang ditentukan, maka Syeh Jangkung berangkat boyongan kembali ke desa Landoh. Setibanya di desa Landoh para tetangga senang menyambutnya, mereka datang mengunjungi dan menyampaikan ucapan selamat kepada Syeh Jangkung yang hingga kini masih dalam keadaan sehat wal afiat. Memang di pedukuhan Landoh Syeh Jangkung dihormati dan dituakan oleh penduduk. Penduduk menyebutnya Kyai Landoh.
Tak terasa Syeh Jangkung menetap di Landoh telah mencapai 3 tahun lamanya. Pada suatu hari Kyai Landoh (Syeh Jangkung) berpamitan dengan isterinya akan mencari pinjaman kerbau pejantan untuk lanjan kerbaunya sendiri. Oleh isterinya ide itu disetujui dan berangkatlah Syeh Jangkung ke utara menuju desa Karangnangka sebelum sampai di desa Karangnangka ia sempatkan singgah ke rumah kakak perempuan di desa Wiyono untuk meninjau saudaranya tua. Gembira sekali sang kakaknya ditengok adiknya, keduanya merasa bersyukur masih dikaruniai sehatan, dan panjang lebar keduanya saling berceritera akan pengalamannya.
Dan setelah puas diceritakan akan hal-ikhwalnya, lalu Syeh Jangkung berpamitan akan menerusnya niatnya akan mencari pinjaman kerbau pejantan. Kemudian ia pergi dan menuju ke desa Karangnangka. Sesampainya di desa Karangnangka ia bertemu dengan seorang yang sedang memperbaiki atap rumahnya, maka ia memperkenalkan dirinya bahwa ia adalahi Kyai dari dukuh Landoh juga bernama Syeh Jangkung. Setelah mengerti apa maksud tujuan Syeh Jangkung datang di Karangnangka, maka tukang kayu menjawab kalau ia sudah tidak punya kerbau lagi, karena mempunyai seekor kerbau saja sudah mati dan bangkainya saja sekarang masih ada di bawah pohon nangka. Tukang kayu menunjukan dimana kerbaunya yang mati. Setelah tahu maka kerbau itu diminta Syeh Jangkung dan supaya ia mengiklaskan dan tukang kayu yang punya iklas memberikannya bangkai kerbau tersebut.
Kemudian Syeh Jangkung mendekati bangkai kerbau tersebut dan dengan lembut mengelus-elus tubuhnya dan kemudian ditepuk tubuhnya “plek-plek-plek” 3 kali, ajaib..ajaib... maka kerbau mati itu bangkit dan hidup kembali. Mengetahui hal itu orang-orang disekitar Karangnangka menjadi heran semuanya, dan selanjutnya kerbau tersebut di bawa Syeh Jangkung ke Landoh. Sebelumnya ia sempatkan singgah di tempat peguyangan ialah di desa Jetak berhenti dan kerbau tersebut dimandikan supaya bersih.
Perjalanan sampai di desa Wuwur maka berhentilah sejenak melepaskan lelah dan Syeh Jangkung merasa kasihan pada kerbaunya, Disaat berhenti kerbaunya banyak dirubung oleh nyamuk, maka Syeh Jangkung mengusirnya dengan mengibas-kibaskan tangannya. Tetapi dengan tidak sengaja Syeh Jangkung menyentuh tanduk kerbaunya dan mengakibatkan tanduknya patah, Oleh Syeh Jangkung kemudian kerbaunya diberi nama Kerbau Dungkul. Maka setelah sampai di pedukuhan kerbaunya dipelihara baik-baik sebagai pejantan dan mengolah pertanian.
Kasus kerbau mati kemudian kemudian secara ajaib hidup kembali setelah dielus oleh Syeh Jangkung pernah ia alami sebelumnya ketika ia berkelana ke daerah timur, dan ketika ia sampai di tapal batas antara Rembang dan Blora ia istirahat di pinggir hutan. Disana Syeh Jangkung melihat ada seekor kerbau yang mati dan tidak diurus oleh penggembalanya. Melihat keadaan demikian kemudian Syeh Jangkung masuk ke dalam raga kerbau mati tersebut. Ajaib kerbau tersebut kemudian hidup kembali. Dan masyarakat di sana memanfaatkan kerbau tersebut untuk mengolah tegalannya. Selama tiga bulan ia berada dalam raga kerbau, tetapi petaka itu datang kembali ketika pengembala kerbau mengetahui kerbaunya hidup kembali. Maka penggembala itu kemudian mendatangi kerbau tersebut serta merta memukul-mukul dengan tongkatnya maksudnya untuk membawanya pulang. Akan tetapi sang kerbau tidak mau, dan penggembala marah dan memukulinya terus menerus sehingga kerbau tadi kembali mati. Syeh Jangkung ikut merasakan kesakitan karena pukulan penggembala tadi, maka bergegas Syeh Jangkung meninggalkan raga kerbau tersebut dan kembali pergi ke Pati.
Komentar:
Kisah ini adalah sanepo yang artinya, gambaran tukang kayu dan kerbaunya ibarat dua kepentingan yang jauh berbeda, coba bayangkan profesi tukang kayu disuruh mengurus binatang kerbau yang lazim dimanfaatkan untuk mengolah pertanian. Yang mana ada perlakuan khusus didalam merawat binatang kerbau yang sangat berbeda dengan merawat peralatan tukang kayu. Apalagi kalau si tukang kayu tidak punya ilmu cara merawat kerbaunya akibatnya piaraannya tidak bakal terurus dengan baik dan berakibat kerbaunya mati.
Pada kisah tersebut tersirat ada pesan-pesan bahwa sebaiknya melaksanakan pekerjaan-pekerjaan hendaknya dilaksanakan oleh ahlinya. misalnya pembangunan gedung akan berdiri sempurna bila ditangani oleh arsitek, insinyur sipil dan termasuk tukang ahli kayunya. Dan lagi, pekerjaan pertanian akan lebih berhasil panenannya bilamana ditangani ahli pertanian termasuk petani-petaninya. Sebaliknya, bila pekerjaan bangunan dikerjakan oleh tukang ojek, pekerjaan pertanian dikerjakan oleh nelayan, bisa dipastikan hasilnya tidak sesuai yang diharapkan.
Kemudian kisah yang berikutnya sanepo binatang kerbau sebagai kritik sosial ditujukan kepada sang penguasa pada saat itu dijaman paska runtuhnya kerajaan Demak jatuhnya Jipang Panolan. Rakyat diibaratkan Kerbau yang bodoh, mereka tinggal di pinggir hutan dengan kemelaratannya diperbatasan Rembang dan Blora, Namun banyak para penggembala (pamong, ulama, guru ajar) yang kurang memperhatikan mereka akibatnya ibarat raganya hidup tapi mati jiwanya. Para penggembala feudal yang hanya mementingkan diri sendiri, rakyat diperas tenaganya saja dan tidak diurus kebutuhan hidupnya, mereka tetap saja dibuat "Ionga-longoh bodo kayak kebo".
Datanglah turun Adipati Pati merangkul rakyat, diurusinya rakyat (masuk kedalam raga kerbau) sehingga tiga bulan akhirnya panen raya berhasil dengan padi berlimpah. Akan tetapi petaka menimpa mereka kembali, dan penggembala selatan (Mataram) mengambil kulit belulang mereka untuk membuat pakaian perang (kerbau mati kembali) dan harta bendanya dirampas. Adipati Pati terusir keluar, maka rakyat melarat kembali.
8. TUBAN
Diceritakan Sultan Mataram pada waktu itu mengadakan pertemuan besar-besaran maka satu Hadipatihlah yang tidak datang yalah Hadipati Tuban, maka setelah beliau tahu bahwa Hadipati Tuban akan berdiri sendiri menjadi Raja Tuban, maka lalu Sultan Mataram memerintahkan kepada prajurit-prajuritnya untuk berhadapan dengan Hadipati Tuban. Tetapi semua prajuritnya tidak ada yang berani, karena Hadipati Tuban adalah orang yang kuat. Maka setelah selesai pertemuan Sultan Mataram pergi ke desa Landoh untuk menemui Syeh Jangkung. Maka setelah sampai di dukuh Landoh, Sultan dapat bertemu dengan kakaknya perempuan (istri Syeh Jangkung). Dan pada waktu itu Syeh Jangkung sedang ada di sawah sibuk tanam-tanam. Selanjutnya Sultan Agung menuju ke sawah. Sesampainya di sawah, maka bertemulah dengan Syeh Jangkung. Setelah saling menyampaikan selamat, maka Sultan menyampaikan maksudnya menuju ke desa Landoh. Setelah Syeh Jangkung mendengar ia sanggup akan berhadapan dengan Hadipati Tuban, serta Sultan Agung segera kembali ke Mataram dan ia akan menuju ke Tuban.
Cerita selanjutnya Syeh Jangkung jadi berhadapan dengan Hadipati Tuban, dengan cara apa saja maka akhirnya Hadipati Tuban jadi takluk, dan seperti biasa maka Hadipati Tuban pada waktu yang tertentu tunduk kepada Sultan Mataram.
Komentar:
Sepertinya kisah Saridin yang ini sengaja diciptakan untuk membelokan sejarah. Cerita Saridin yang ini lebih mengagungkan penguasa Mataram yaitu Sultan Agung, Simak ceritera ini bahwa Sultan Agung terang-terangan tidak tahu berterimakasih atas jasa-jasa Adipati Pragola II, malahan karena termakan oleh hasutan Adipati Endranata kemudian Mataram mengerahkan tentaranya secara mendadak untuk menghabisi Pragola II. Kisah ini cenderung istana sentries (pro Mataram).Sengaja cerita Saridin ini beredar untuk menghapus semua jasa-jasa Pragola II didalam keberhasilan memimpin pasukannya menumpas pemberontakan Tuban dan Surabaya.
Petikan sejarahnya sbb. Awalnya adalah Kadipaten Tuban membangun benteng Kumbokarno yang megah. Pembuatan benteng terdengar juga oleh raja Mataram Sultan Agung Hanyakra Kusuma bahwa Bupati Tuban Pangeran Dalem akan melepaskan diri dari Sultan Mataram (1614). Hal tersebut dilaporkan mata-mata Mataram yaitu Kyai Randu Watang. Setelah Sri Sultan mendengarkan laporan itu beliau sangat murka. Untuk mencegah maksud Bupati Pangeran Dalem tersebut, Sri Sultan mengirimkan 35.000 orang prajurit yang direkrut sebagian besar dari prajurit-prajurit adalah bantuan dari Kadipaten Pati yang dipimpin oleh Adipati Surjanopuro dan Pangeran Pojok menyerang Tuban.
Sebaliknya Bupati Tuban Pangeran Dalem setelah mendengar bahwa Prajurit Mataram akan menyerang Tuban, beliau memerintahkan kepada semua prajurit berjaga-jaga akan segala kemungkinan yang akan terjadi. Kedatangan prajurit-prajurit Mataram disambut dengan pertempuran oleh Prajurit Tuban. Pertumpahan darah terjadi, dan kedua belah pihak menderita kerugian yang besar. Mula-mula prajurit-prajurit Tuban disemua medan mendapat kemenangan dan prajurit Mataram berhasil dipukul mundur.
Sultan Agung kemudian meminta bantuan lagi kepada Adipati Pragola II untuk membantu menyerang Tuban. Dan itu disanggupi Adipati Pragola II dengan menambah julah persenjataan dan prajuritnya, bahkan Adipati Pragola sendiri yang memimpin langsung di medan pertempuran. Adipati Pragola II (Joyo Kusumo) gagah berani tampil sebagai pemimpin wilayah Pantai, mereka mengumpulkan Penguasa Utara di Juana dan Lasem. Bahkan ketika pengirimin pasukan untuk menyerang Tuban dan Surabaya Adipati Pragola II menjadi panglimanya menggantikan Adipati Sujanapura yang gugur dalam pertempuran. Ia bersama Lasem bahu membahu untuk menundukan kekuatan dan strategi perang Tuban dengan besar-besaran, sedangkan panglimanya Adipati Martalaya lebih senang menunggu musuh daripada menyerang dahuluan. Joyo Kusumo juga pernah menjadi panglima yang gagah berani. Ia bahu membahu dengan pasukan Tumenggung Alap-alap
Maka akhirnya Prajurit Tuban banyak yang lari dan menyerah (1619). Setelah diketahui bahwa Prajurit Tuban banyak yang lari dan menyerah Bupati Pangeran Dalem melarikan diri ke Pulau Bawean. Setelah peperangan berakhir dengan kekalahan Tuban, Pangeran Pojok segera memberi laporan kepada Sri Sultan. Atas perintah Sri Sultan, Pangeran Pojok diizinkan menjadi bupati di Tuban.Setelah penyerangan Surabaya selesai, penarikan pasukan kembali ke wilayahnya masing-masing. Temenggung Endranata mulai kasak-kusuk di dalam Keraton Mataram, membisikan siapa saja yang menjadi penghalang Sultan Agung.Adipati endranata melemparkan isyu bahwa Pati akan mengadakan penyerangan terhadap Mataram.
9. MIMPI
Cukup lama Sunan Bonang menunggu Sunan Muria di pondok pesantren Sunan Muria. Kedatangannya ingin mempererat silahturahmi. Akan tetapi Sunan Muria tidak ada ditempat, beliau sedang bertandang ke Sunan Kudus, Perjalan yang jauh membuat Sunan Bonang kecapekan dan ingin beristirahat sejenak. Sunan Bonang meminjam kacip untuk membelah buah pinang (buah jambe) kepada Nyai Sujinah istri sunan Muria, kemudian ia membelah menjadi dua bagian sama besar. Sunan Bonang mengajak Nyai Sujinah berdua makan sirih berbumbu buah pinang. Setelah rasa capeknya hilang maka Sunan Bonang mohon diri.
Sungguh aneh setelah menikmati buah pinang berdua dengan Sunan Bonang, Nyai Sujinah hamil. Sunan Muria mengetahui keadaan istrinya hamil, maka Sunan Muria marah, menuduh istrinya telah berbuat selingkuh, namun dibantah oleh Nyai Sujinah. Sunan Muria tidak mempercayai jawaban Nyai Sujinah. Sakit hati dan ada perasaan malu karena perutnya Nyai Sujinah semakin membuncit, “Nyai Sujinah pergi meninggalkan Padepokan Muria. Ia putus asa mau bunuh diri ke sungai, beruntung tanganya aku pegang, selamatlah Nyai Sujinah” kata Sunan Kalijaga kepada Saridin. “Akhirnya bayi laki-laki itu lahir dari rahim Nyai Sujinah, dan bayi itu adalah kamu Saridin!”
“Jadi aku anaknya Sunan Bonang kah? atau Sunan Muria?” tanya Saridin kepada Sunan Kali Jaga.
“Aku tidak tahu Din, hanya Tuhan yang tahu, tapi percayalah aku akan selalu jangkung keselamatan jiwamu, pergilah kamu merantau menyebrang lautan, bawalah Kelapa, dan aku akan selalu Jangkung kamu, maka semenjak ini namamu adalah Jangkung” Sunan Kalijaga berkata sembari meninggalkan Saridin seorang diri, Sunan Kali Jaga semakin jauh dari pandangan Saridin. Dan Saridin mencoba memanggil-manggilnya namun namun akhirnya Sunan Kali Jaga lenyap dari pandangannya. Saridin terjaga dari tidurnya. Ooh, ternyata dia hanya bermimpi.
Komentar:
Benarkah kisah ini?? Meskipun hanya ceritera mimpi, namun kisah ini kentara sekali dilemparkan pengarangnya dari pihak-pihak yang anti terhadap Islam. yang bisa menimbulkan polemik negatif yang berkepanjangan, ceriteranya yang berbau fitnah sengaja diluncurkan bertujuan untuk mengkacaukan suasana menjadi keruh.
Aneh sekali seorang Sunan Bonang ulama yang dihormati mengajak Nyai Sujinah menikmati makan sirih berdua sewaktu suaminya Sunan Muria sedang pergi, padahal Nyai Sujinah bukan mukrimnya.? dan Aneh Nyai Sujinah bisa hamil tanpa disentuh seorang laki-laki. Dan aneh seorang Sunan Muria yang faham akan hukum-hukum Islam dengan sembarangan menuduh isterinya berbuat selingkuh. Dan aneh lagi seorang Sunan Kalijaga yang terkenal sebagai orang yang bijaksana, ternyata tidak mampu bisa membantu menyelesaikan permasalahannya ini.
Memecah belah dengan cara-cara fitnah yang keji tidak hanya terjadi dijamannya Saridin saja. Dijaman sekarangpun ada, seperti terbitnya The Satanicverse yang dikarang Salman Rusdi kemudian Karikatur-karikatur Nabi Muhammad banyak beredar di internet. juga bloker-bloker internet yang menayangkan “Saya Anti Indonesia” Sengaja berita-berita ini disebarkan yang tujuannya untuk menciptakan kekacauan, berpecah belah antar umat dan berbangsa dsb. Maka dari itu waspadalah.!!!
10. MINANGKABAU
Sunan Kali Jaga sangat diidolakan Saridin, maka segala petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Sunan Kalijaga meskipun hanya ada didalam mimpi. Berangkatlah Saridin menuju pulau Sumatra menyebrangi lautan dengan berbekal membawa buah kelapa, ia merapat di sebuah Kerajaan di Sumatra yaitu Minangkabau yang belum menjadi wilayah Mataram, Raja Minangkabau tersebut menganggap remeh Sultan Agung. Saridin mendengar Sultan Agung diremehkan, maka muncullah rasa primodialismenya dan hatinya merasa terpanggil untuk membelanya. Dia datangi raja Minangkabau dan dia mengaku sebagai hamba Mataram yang mau menguji kesaktian dengan raja Sumatra.“aku bisa menghitung kekuatan pasukan Minangkabau, yang paduka gelar di alun-alun kerajaan, yang paduka persiapkan untuk melawanSultan Agung raja Mataram” Ribuan pasukan yang telah siap siaga untuk melawan Sultan Agung Mataram saat itu sedang berlatih baris berbaris yang dihadiri raja Minangkabau sendiri, “ya, cobalah kalau kamu mampu menghitung ribuan pasukanku dengan tepat, aku akan mengaku kalah sama kamu”.
Saridin dengan ilmu meringankan tubuh secepat kilat melompat ketengah alon-alon melesat ke atas dan turun berlari meniti tombak-tombak prajurit dari ujung ke ujung tombak yang teracung, dengan cepat Saridin dihitung tepat dan tidak ada yang terlewatkan. Kemudian Saridin lansung melesat panggung dimana raja Minangkabau duduk bersama permaisurinya. Dihadapan Raja Minangkabau ia jawab dengan benar jumlah pasukan yang sedang berbaris.
Raja Minangkabau melihat kesaktian Saridin jadi tertunduk, bergetar dan ciut nyalinya, seketika itu Raja Minangkabau menyatakan takluk dihadapan Saridin, namun Saridin arief bijaksana dan tidak menerima sembah bekti, ia menyarankan untuk tunduk kepada Sultan Agung saja, sebab Saridin adalah salah satu hamba dari Mataram. Dengan demikian Raja Minangkabau selanjutnya menyatakan tunduk dan takluk kepada Sultan Agung tanpa perlawanan sama sekali.
Nama Saridin bak Hang Tuah namanya terkenal di selat Malaka karena kesaktiannya. kesempatan ini ia manfaatkan untuk berdakwah agama , beramal ibadah, membantu kaum du’afa dan para fakir-miskin. Sultan Agung gembira setelah mendengar berita ini.
Komentar:
Cerita Saridin yang ini lebih mengagungkan penguasa Mataram yaitu Sultan Agung, padahal sejarah Sultan Agung tidak pernah melakukan muhibah ke Minangkabau. Mungkin kisah ini merupakan propaganda Mataram ketika era menghadapi perang Batavia, maka dengan sengaja ceritera tutur tinular ini disebarkan, Ini ada kecenderungan cerita tutur yang bersifat istana sentries (pro Mataram). Sengaja cerita Saridin diciptakan untuk menyemangati prajurit-prajurit Mataram bahwa mereka melawaqn Batavia tidak sendirian. Minangkabau adalah sekutunya yang siap untuk membatu??
11. KALIMAH SAYAHADAT
Ketika Saridin dan Kethib Trangkil berangkat menuju ke Metaram mau bertemu dengan Sultan Agung, namun ditengah perjalanan ia bertemu rombongan Prajurit Mataram mengawal Sultan Agung sedang berburu dihutan. Keduanya dihadapkan pada Sultan Agung. Kebetulan Sultan Agung sedang beristirahat, melihat kedatangan Saridin dan Kethib Trangkil maka Sultan jadi tersenyum. Kemudian mereka diajak adu teka-teki dengan Sultan Mataram, bila mereka berhasil menjawab pertanyaannya maka mereka akan diberi hadiah. Sultan Agung bertanya, “Apa yang dimaksud dengan kalimah Sahadat?” Saridin kemudian memanjat pohon kelapa yang tinggi kemudian jatuh ketanah “buk” ini dilakukan berulang kali ketika Sultan Agung menanyai tentang Kalimat Sahadat. Hal ini membuat Sultan Agung bingung. “Saridin berhenti !!, kenapa kamu ketika aku tanya tentang Kalimah Sahadat, kamu malah menjatuhkan diri dari pohon kelapa yang sangat tinggi?” dan Saridin menjawab, “Kalimat Sahadat itu adalah buah tekad yang jatuh, sampai matipun kita kan bertekad membawa kalimah sahadat” demikian penjelasa Saridin.
“Ya ya kamu benar, pertanyaanku sudah bisa kamu jawab, sekarang gantian kamu, apa yang akan kamu pertanyaankan?” Saridin mengambil bulu ayam untuk menulis, dimanakah hilangnya tulisan ini ?” Sultan Mataram tidak mengerti apa yang dimaksud dan menyatakan menyerah kalah. “Tulisan itu hiilangnya di mata, coba kalau mata ini ditutupi, apalagi mata yang buta dipastikan tidak bisa melihat tulisan ini, demikian pula kalau belajar agama tidak disertai dengan membuka mata, maka akan sia-sia belajar agama” akhirnya Sultan Agung mengakui kehebatan Saridin maka Saridin diberikan hadiah-hadiah atas berhasilnya menjawab tebakan yang diberikan Sultan Agung.
Komentar:
“Apa yang dimaksud dengan kalimah Sahadat?” Saridin kemudian memanjat pohon kelapa yang tinggi kemudian jatuh ketanah “buk” ini dilakukan berulang kali.?? apa makna sanepo ini??
Sepertinya Saridin terlalu extrim menjelaskan makna Kalimah Syahadat kepada Sultan Agung. Dia menunjukan bahwa dia siap berkorban sekalipun nyawanya, dia berani hidup demi cinta dan kepatuhannya kepada Allah Swt dan Rasulnya.
Mengucapkan dua kalimat Sahadat, Yang diikrarkan dengan lidah dan dibenarkan dengan hati,
“ASYHADU ALLA ILAAHA ILLALLAH,
WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR
RASULULLAH”.
Yang artinya; “Aku naik saksi bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah, dan aku naik saksi, bahwasanya Nabi Muhammad utusan Allah”. Merupakan doktrin yang mencerminkan janji manusia bahwa apa yang dia lakukan akan ikuti perintah Allah. Dan Muhammad adalah contoh keteladanan yang harus diikuti. Suatu janji manusia untuk berjalan lurus yaitu jalan fitrah. Dengan ber syahadat diyakini dan ditanamkan kuat-kuat didalam hati, maka hal itu akan berubah dirinya menjadi suatu energy yang dahsyat, keberanian, ketenangan batiniah yang akan mendorong setiap jiwa manusia untuk bergerak menjalankan tugas-tugasnya untuk meraih cita-citanya.
Kemudian Saridin menjawab, “Kalimat Sahadat itu adalah buah tekad yang jatuh, sampai matipun kita kan bertekad membawa kalimah sahadat”
Benar Tekat atau Niat adalah kekuatan perintah yang sangat penting untuk melakukan sesuatu kegiatan apakah itu kegiatan positif atau negative, digerakkan oleh pikiran sadar manusia. Komando pikiran sadar manusia tersebut berkuasa penuh yang disebut niat, yang menyebabkan seluruh komponen organ tubuh manusia yang berjumlah lebih kurang 60 triliun sel jadi tunduk dan patuh mengikuti perintah-perintahnya. Pikiran sadar manusia tersebut bisa mempengaruhi seluruh gen-gennya, demikian kata Dr.Kazuo Murakami ahli genetika terkemuka didunia. Ditengah-tengah sel terdapat sebuah nekleus. Nekleus sel mengandung asam deoksiribnukleat atau DNA deoxyribonucleic acid. DNA yang terdiri atas dua untai berbentuk spiral, yang terdapat molekul-molekul dengan nama yang disingkat dalam empat huruf: A,T,C dan G. itulah kode genetic yang menyimpan semua informasi untuk membentuk dan mengatur kehidupan seorang manusia. Yang luar biasa bahwa setiap nekleus dari satu buah sel manusia memiliki tiga miliar huruf DNA, tiga miliar dikalikan dengan 60 triliun…waw! Jadi kekuatan niat manusialah yang bisa mempengaruhi, merubah dan menjalankan kehidupan manusia baik dalam cara berpikir, berbicara dan berperilaku positif terhadap dirinya, tempat manusia berkarya, pemimpinnya, masyarakat, serta daerah atau Negara dimana ia berada.
Demikian halnya, niat untuk beribadah kepada Allah swt Tuhannya, manusia kemudian menjadi taat menjalankan perintah-Nya dengan memberikan yang terbaik dan meninggalkan kebiasaan buruk didalam hidupnya.
Kekuatan niat manusia akan menggerakkan seluruh alam mikrokosmos yang terdiri triliunan sel dan DNA dalam dirinya, akan tunduk patuh bekerja mengikuti perintah pikiran sadar akan niatnya, dan makrokosmos akan bekerja mendukung kehendaknya. Dan yakinlah Allah swt akan memenuhi janji-Nya mengubah nasib manusia selamat didunia dan diakherat. Insya-Allah!
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam (system kepasrahan, jalan hidup) secara sempurna, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang paling nyata bagimu”. (Al-Baqarah:208).
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar-Ruum:30).
“Katakanlah Muhammad: “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi kamu dan mengampuni dosa-dosa kamu: Allah Maha Pengampun lagi Penyayang”. (Ali Imran:31)
a.Cinta, Adalah unsur ibadah, mutlak cinta kepada Allah, Tidak ada diantara yang wujud yang lebih dicintai daripada Allah. Tuhan yang memberi anugerah dan kebaikan kepada makhluk-Nya. Dia yang menciptakan manusia dari tidak ada dan jadikan manusia sebagai makhluk yang mulia, diberi kelebihan atas segala makhluk-Nya. Dia berikan nik’mat yang tak pernah putus, mendudukkan kepada manusia sebagai khalifah (penguasa) di-bumi.
b.Tunduk, Adalah unsur ibadah, taat dan tunduk itu harus timbul dari hati yang cinta kepada Allah. Taat dan tunduk kepada Allah, yaitu merasa berkewajiban melaksanakan peraturan-peraturan yang dibawakan oleh para Rasul-Nya, baik yang berupa perintah maupun larangan, ketentuan halal maupun haram.
Dan Saridin melanjutkan penjelasannya,” Tulisan itu hilangnya di mata, coba kalau mata ini ditutupi, apalagi mata yang buta dipastikan tidak bisa melihat tulisan ini, demikian pula kalau belajar agama tidak disertai dengan membuka mata, maka akan sia-sia belajar agama”
Benar apa yang dikatakan Saridin bahwa belajar agama harus dibuka matanya. Sesuatu yang ada di-dunia ini, pasti ada wujudnya, baik abstrak maupun fisik. Sesuatu yang ada, selalu dapat diobservasi dengan indera manusia maupun alat-alat rohaniah manusia dan membutuhkan tempat dan waktu. Maka dari itu Islam menasehatkan pada setiap orang yang telah dewasa untuk sanggup melakukan penelitian agama, untuk menguji agama yang diwariskan dari orang tuanya. Warisan agama anda seperti agama yang lain perlu dibuktikan kebenarannya, sebab agama anda adalah menjadi tanggung jawab anda sendiri.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya Pendengaran dan penglihatan serta hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabnya”. (Al Isra’:36)
Bila anda tidak percaya pada setiap agama, sangsi atau ragu terhadap seluruh konsep agama, maka anda tidak akan puas dengan ke-sangsian anda. Kewajiban anda adalah melindungi diri anda untuk kepentingan anda di-dunia ini dari setiap kejahatan dan kerugian. Demikian juga anda mempunyai tanggung jawab yang sama dan kewajiban melindungi keinginan rohani dari kerusakannya.
Penelitian bagi yang beragama tidak akan mencari popularitas dari doktrin agama masarakat untuk menunjukan kebenarannya. Banyak pengertian umum yang telah dibuktikan salah. Sekali waktu, bangsa-bangsa di-dunia percaya bahwa bumi ini datar dan matahari bergerak mengelilingi bumi, manusia mempercayai hal itu selama beribu-ribu tahun, Tetapi sekarang terbukti bahwa pengertian itu adalah salah.Bila anda melakukan penyelidikan dan kemudian menghentikan seluruh usaha anda karena tidak berhasil mendapatkan kebenaran, anda akan dimaafkan oleh Tuhan. Sebab Tuhan meminta manusia hanya melakukan yang mungkin untuk dia. Dan bila anda melakukan penyelidikan agama, jangan biarkan seseorang membuat keputusan untuk anda ! ingat itu !
Tuhannya orang Islam itu adalah Tuhannya segenap makhluk’ yaitu Allah Tuhannya seluruh alam semesta. Allah adalah Dzat mutlak yang wajib di-ibadahi. Segala apa selain Dia, nisbi dan lemah sifatnya. Islam adalah ajaran tauhid kepada Allah. Ajaran Islam yang menggunakan akal pikiran/penalaran dan hati. Agama yang benar, menghendaki umatnya mempercayai kepada “Sang Pencipta Alam Semesta” ini, bukan menyarankan untuk mendasarkan kepercayaan pada pernyataan setiap buku agama. Kepercayaan kita kepada Allah harus muncul lebih dulu! Kemudian baru kitab suci yang dibawa Rasul atau Nabinya, tidak sebaliknya!
Peraturan Islam yang penting yang harus diikuti ialah, anda tidak akan pernah memegang doktrin, bila itu bertentangan dengan kenyataan, dan juga tidak boleh mengikuti prinsip tanpa kenyataan.
Tugas pokok manusia, yakni beribadah kepada Allah, logikanya sebelum manusia itu ibadah, wajiblah manusia mengetahui, siapa dirinya ? Kemudian siapa Allah? Dan apa yang dimaksud dengan ibadah ?
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaku,” (Adz-Dzariyat:56)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut2 itu’.” (An-Nahl:36)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun (berbuat syirik)”. (An- Nisa:36)
Ibadah atau dalam ejaan aslinya ibadat(un) adalah jamak dari ibadah. Pokok katanya adalah abada yang berarti (ia telah) memuja, menyembah, berhikmad, mengabdi. Orang yang melakukan ibadah disebut abid, sedang yang disembah disebut ma’bud. Ibadah, pengertian di-dalam ajaran Islam ialah, segala gerak hidup yang ditujukan untuk kebaikan orang lain (termasuk dirinya sendiri) dan alam semesta, dan tidak hanya mengamalkan siar-siar agama seperti Shalat, Puasa, Zakat atau Haji saja.
“Tuhanlah yang membaguskan kejadian tiap-tiap sesuatu, dan Ia mulai kejadian manusia dari tanah. Kemudian Ia jadikan turunan manusia dari air (mani sperma). Kemudian Ia sempurnakan kejadian itu, lalu Ia tiupkan ke dalamnya sebahagian dari Roh-Nya, dan Ia jadikan bagimu pendengaran dan penglihatan dan hati, tetapi sedikit sekali yang kamu syukuri”. (As Sajadah:7,8.dan 9).
Ada tiga unsur melengkapi roh ketika bersatu dengan tubuh manusia yaitu,
1.Unsur pendengaran.
2.Unsur penglihatan.
3.Unsur hati.
Otak terdiri dari dua belahan yang disambung oleh Corpus Collosum. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa belahan otak kiri lebih cendrung kepada berpikir rasional, analitis, linier, dan saintifik. Sementara itu, otak kanan berfungsi kepada aktivitas berpikir holistik, spasial, dan intuitif serta mistik, humanistik. Atau dapat dikatakan bahwa otak kiri cenderung kepada berbuat yang teratur, disiplin, dan patuh. Sedangkan otak kanan cenderung pada berbuat dengan berkembang secara bebas, tidak terbatas, dan tidak disiplin.
Perbedaan yang demikian adanya, apabila kita cermati secara teliti dan bisa mengambil hikmah akan manfaat dari perbedaan fungsi ini maka justru disitulah letak kelebihan dari adanya perbedaan fungsi otak kiri dan otak kanan. Apabila otak kiri dikembangkan secara parsial akan muncullah pribadi yang penurut, tunduk, peduli, disiplin tanpa inisiatif. Sebaliknya apabila otak kanan dikembangkan secara parsial maka akan ditemukan orang yang berangan-angan tinggi, berbuat semaunya, menghasilkan karya yang baru dan produktif namun semua dilakukan tanpa kendali.
Namun, apabila otak kiri dan otak kanan mendapat kesempatan menerima rangsangan dan berkembang secara seimbang akan ditemukan suatu kreativitas yang diimbangi dengan disiplin atau sebaliknya, walaupun terwujud pribadi yang disiplin tetapi selalu berada di dalam konteks kreativitas.
1.Unsur pendengaran, dengan bantuan indera telinganya maka dirinya akan merasakan senang, susah, sengsara, bahagia, kasih sayang , benci, rindu, cemburu, iri hati dll dan membentuk mentalitas manusia yang di pengaruhi lingkungan akan membuahkan pemikiran-pemikirannya bisa menjadi jernih, atau sebaliknya semakin keruh mengikuti emosi. Otak kanannya yang banyak bekerja, kemudian sering melakukan hal-hal baru secara mendadak, buru-buru menyimpulkan tanpa mengikuti seluruh rincian sebuah argument, membuahkan impian-impian karena sering melamun, jarang bisa melihat motivasi dibelakang perilaku orang lain, masalah artistic lebih disukai dari pada matematika dan ilmiah, mengandalkan perasaan waktu membuat keputusan, tidak peduli hal arsip, mengandalkan naluri dan mengikuti firasat, impresi dan pikirannya kerap muncul sebagai gambaran, membiarkan perasaannya terlihat, menyenangi music dll.
2.Unsur penglihatan, fakta-fakta yang dilihatnya dengan bantuan indera matanya, manusia bisa membedakan antara hitam dan putih, tinggi dan rendah, berat dan ringan, luas dan sempit, otak kiri manusia yang bekerja, mengolah dan intelektualitasnya menyimpulkan atas dasari rasional dan logikanyalah yang menjadi ukuran akan kebenaran berdasarkan perhitungan yang terukur misalnya 8x3=24 dan konkrit, kemudian selalu menganalisis persoalan, merencanakan hal-hal baru secara rinci, berpikir logis dan jarang melompat kepada kesimpulan, jarang melamun atau mengingat mimpi, mencoba menemukan alasan dibalik perilaku orang lain, menyenangi persoalan matematika dan ilmiah dibanding masalah artistic, mengandalkan bukti ketika membuat keputusan, arsip dan materi referensi tersusun baik, baik dalam pengendalian perasaan, tidak musical secara khusus dll.
3.Unsur hati, atau lazim disebut hati nurani . unsure hati bersifat ilahiah, yaitu berisi dengan rekaman sifat-sifat Allah Yang Esa, dan rekaman itulah yang berfungsi sebagai alaram selanjutnya yang akan mengingatkan tentang kebenaran hakiki ketika manusia akan melakukan memilih sikap atau sebelum memutuskan tindakan-tindakan pada perjalanan ibadahnya, pilihan apa yang akan diambil manusia, pilih kejalan yang fitrah atau pilih jalan non-fitrah. Hati-nuraini atau suara hati, akan selalu mendampingi pendengaran dan penglihatan manusia serta membimbing manusia agar selalu mengikuti sifat-sifat Allah kearah jalan-fitrah yaitu tindakan positif. bukan jalan non-fitrah yang cenderung menyesatkan dan merugikan.
Pada bentuk pribadi manusia tersebut sejak didalam kandungan kemudian Allah melepaskan (meniupkan) roh manusia menyatu kedalamnya untuk mengendarainya, maka hiduplah manusia didunia fana. Ketika manusia dilahirkan dari kandungan, maka sejak itulah ia memulai menjalankan tugas dan kewajibannya didunia ini sebagai hamba Allah. Ketiga unsur pribadi tersebut sangat berperan membantu tugas-tugas manusia sesuai kehendak Allah, yang mempunyai kesadaran serta kemampuan abstraksi dan berkomunikasi secara lisan maupun simbolik, kemampuan analisis dan sintesis, berakal dan berpikiran untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Kalifatullah untuk mengelola bumi.
12. BUBUR JENANG.
Kebo Dhungkul Landhoh milik Saridin menjadi terkenal di wilayah Pati. Mendengar berita ini Sunan Kudus bisa memastikan bahwa Saridin berada di Kayen Pati. “Celaka Saridin sudah kembali”, Sunan Kudus mengumpat dalam hati.
Sunan Kudus mengumpulkan para sahabatnya dan mengutarakan niatnya untuk membunuh Saridin. Sunan Kudus menyuruh para santrinya agar membuatkan Bubur Jenang yang diberi racun, nanti Saridin disuruh menghadap Sunan Kudus pagi-pagi, yang diperkirakan Saridin belum makan sarapan pagi.
Setelah segalanya siap maka Sunan Kudus suruhan salah seorang santrinya untuk memanggil Saridin datang ke Pondok Pesantren Sunan. “Saridin kamu disuruh menghadap ke Sunan kudus pagi-pagi sebelum Matahari keluar, ada yang akan dibicarakan dengan kamu, bagaimanapun kamu kan juga muridnya Sunan Kudus, mau kan?”.
Saridin ditemani Ki Khetib Trangkil berangkat pagi-pagi menuju Kudus. Kedatangannya di sambut oleh Sunan Kudus yang telah mempersiapkan rencana jahatnya.
“Apa kabar Saridin, selamat dan sehat wal afiatkan?, Ayo ayo masuk, tapi sebelum kita bicara sebaiknya kamu makan sarapan dulu ya.” basa-basi Sunan Kudus mengajak Saridin untuk sarapan pagi.
“Maaf Kanjeng Sunan, saya sedang menjalankan puasa, sayang kalau puasa saya dibatalkan, mungkin Kakang Kethib Trangkil yang belum sarapan?”
Kethib Trangkil benar lapar karena perjalanan dari Pati ke Kudus cukup jauh, tanpa malu-malu Bubur jenang langsung dimakan, enak banget. Begitu rakusnya Kethib Trangkil sehingga sebagian bubur jenang tercecer dilantai. Ajaib, ternyata Kethib Trangkil tidak apa-apa dan tidak mati bahkan tetap segar bugar. Ternyata bubur yang diracun itu telah menjadi tawar, sebab secara diam-diam Saridin dengan kesaktiannya merubahnya menjadi bubur yang enak dan tidak beracun lagi. Melihat kenyataan ini Sunan Kudus sangat mendongkol.
Tiba-tiba datanglah seorang wanita tua dengan tergopoh-gopoh menggendong cucunya yang telah mati karena tenggelam sewaktu kebanjiran menghadap Sunan Kudus. “lho lho kena apa cucumu mbok?, tanya Sunan Kudus kepadanya “Maafkan hamba Kanjeng Sunan, cucu saya meninggal karena tenggelam sewaktu padukuhan dilanda banjir, tolonglah cucu hamba, supaya Kanjeng Sunan bisa menyadarkannya kembali!” Pintanya memelas kepada Sunan Kudus,
“Tapi mbok cucumu ini sudah mati, mana mungkin bisa hidup kembali!” Jawab Sunan Kudus.
“Coba aku dilihat dulu mungkin dia belum mati!” tukas Saridin menyela pembicaraan, kemudian Saridin memberikan bubur Jenang yang sisa yang tercecer bekasnya Ki Khetib Trangkil, ternyata mulut cucu itu bergerak-gerak berarti belum mati. Peristiwa hidupnya kembali sicucu tadi maka dukuh dia berasal kemudian diberi nama Kaliputu.
Merasa dipermalukan maka Sunan Kudus bersekongkol dengan Penguasa Pati memerintahkan menangkap Saridin untuk diadili. Saridin ditangkap kemudian dan ditahan, diputuskan Saridin mau dihukum pancung,tetapi sebelum eksekusi itu dilakukan tiba-tiba datang utusan-utusan dari raja Metaram dan Ngerum datang kepada Sunan Kudus, meminta untuk membebaskan Saridin. Perintah ini supaya diindahkan karena Pati adalah di bawah wilayah Mataram dan Saridin adalah saudara Sultan Agung. Disamping itu utusan Ngerum membawa surat keputusan Kekanjengan (sertifikat) bahwa Saridin diakui sebagai Syeh yang bergelar Syeh Jangkung. Demikianlah riwayat singkat mengenai kesaktiannya Syeh Jangkung yang akhirnya hingga meninggalnya, dimakamkan di dukuh Landoh kecamatan Kayen, yang hingga kini oleh karena kesaktiannya itu, maka makamnya banyak orang yang mengunjunginya.
Komentar:
Didalam kisah ini Perseteruan antara Saridin dengan Sunan Kudus sepertinya sulit dipadamkan.
Bila ditarik sejarah Sunan Kudus yang kedudukannya sebagai hakim merangkap Panglima Perang kerajaan Demak. rupa-rupanya peristiwa di tahun 1527 M, Majapahit phuso secara de-facto disebabkan serangan dari Kudus dan Giri. Paska runtuhnya Majapahit perebutan kekuasaan antara R.Patah melawan kelompok Pengging dan Selo semakin tajam semenjak terbunuhnya Kebo-Kenanga oleh Sunan Kudus. sebelum kejadian itu Demak mengirim utusan yaitu Ki Ageng Pandanaran (Adipati Mangkubumi) dan Syeh Dumba untuk meminta Syeh Siti Jenar menyadarkan murid-murid-muridnya di Pengging, misi ini tidak berhasil maka dari sidang Wali Sanga yaitu Sunan Bonang, Sunan Kali Jaga, Sunan Kudus, Modang, dan Sunan Geseng mengusulkan kepada Raja untuk mengirim pasukan yang dipimpin Sunan Kudus untuk menumpas kelompok Pengging. Pertempuran terjadi dan berhasil membunuh Kebo-Kenanga, penumpasan ini besar sekali pengaruhnya, oleh karena tidak lama kemudian, para kepala negeri didaerah Tingkir, Ngerang dan Butuh telah bersedia mengakui kedaulatan kerajaan Demak. meskipun dengan keterpaksaan, akan tetapi secara diam-diam mereka masih menggalang kekuatan bawah tanah yang diteruskan Ki Bisono dan Lonthang Semarang. Dan dendam kesumat tujuh turunan sepertinya berlaku bagi anak keturunan Pengging dan Selo untuk menumpas habis anak keturunan R.Patah, dimana penguasa Mataram yang merupakan keturunan dari Ki Ageng Pemanahan merupakan anak didik Ki Ageng Selo, konsisten mewaspadai seluruh gerak gerik orang-orang pesisir utara, termasuk orang-orang Sunan Kudus. berbagai cara dilakukan termasuk beredarnya kisah-kisah Saridin yang nyleneh seperti tersebut diatas. Cerita Saridin ini beredar guna menstabilkan wilayah Pati dari dendam terhadap Mataram.
PENUTUP
Meskipun tulisan ini hanya menampilkan kembali kisah-kisah Syeh Jangkung yang tidak jelas siapa pengarangnya. Penulis sadar bahwa tulisan ini akan mengundang beda pendapat setelah penulis menambahkan uraian komentar-komentar dibawah ceritera kisah-kisah Syeh Jangkung. Hal itu wajar saja bahkan para penyusun sejarahpun akan memaklumi, meskipun bahan-bahan ilmiah telah terkumpul dan persis sama, masing-masing mungkin saja bisa berbeda pendapat didalam bahasannya. Karena perbedaan penafsiran dan penyimpulan. Apakah itu terpengaruh akan sikap berat sebelah pribadi, prasangka kelompok, atau interprestasi yang berlainan dengan faktor sejarah sehingga pandangan bisa saling berbeda.
Tapi semua itu penulis abaikan, penulis mencoba jalan ditengah merangkum antara “tutur tinular dan fakta sejarah”, dan penulis punya pandangan sendiri didalam merekonstruksi kejadian-kejadian dimasa lalu Maka dengan tidak mengurangi kebebasan saya untuk merombak sana sini dengan cara membuang atau mengurangi dan menambah, yang kesemuanya itu untuk tujuan kejelasan dan juga memperkaya kasanah kesejarahan bangsa, juga demi kokohnya persatuan Indonesia tercinta maka penulis coba terbitkan buku ini.
Dan lewat buku inipun pembaca kami ajak menjadi pembaca yang cerdas, tidak hanya pandai menghafal setiap fakta sejarah yang disajikan, tetapi pembaca diharapkan mampu mengkritisi dan menganalisa fakta-fakta tersebut dengan mempertimbangkan ceritera-ceritera rakyat yang disampaikan dengan cara tutur tinular. Semoga buku ini bermanfaat.
WASSALAM
Percakapan Saridin tentang akal pada seasion yang mana Om....? Makasih
BalasHapus